Langkah Merancang Pondasi Telapak Gabungan

Langkah Merancang Pondasi Telapak Gabungan

Langkah – Langkah Merancang Pondasi Telapak Gabungan

Dalam ilmu teknik sipil, keamanan sebuah rumah sangat ditentukan oleh kekuatan strukturnya. Baik struktur atas dan struktur bawah. Yang dimaksud dengan struktur bawah adalah bagian bangunan yang berada dibawah tanah. Yaitu pondasi. Pondasi berfungsi untuk menerima beban dari struktur atas suatu bangunan dan meneruskannya kedalam tanah. Banyak jenis pondasi yang dapat digunakan tergantung kebutuhan, berdasarkan besar beban yang diterima dan jenis tanah dibawah pondasi. Pada kondisi tertentu seperti jarak kolom terlalu dekat, sifat tanah yang menyebabkan terjadinya momen guling terlalu besar, ataupun adanya bangunan lain sebelumnya. Dengan kondisi yang demikian diperlukan suatu pondasi yang disebut pondasi telapak gabungan. Anggapan yang digunakan adalah pondasi atau pelat pondasi sangat kaku dan distribusi tekanan sentuh pada dasar pondasi disebarkan secara linear.

Untuk merencanakan pondasi terlapak gabungan berikut akan disajikan langkah-langkahnya

* Menyiapkan denah dasar

Denah dasar diperlukan untuk melihat letak kolom, dinding dan beban – beban struktur atas lainnya. Sehingga perencana dapat menentukan letak beban mati, beban hidup, momen lentur dan data lainnya yang diperlukan dalam perencanaan.

* Menghitung jumlah beban pada kolom – kolom

Pada langkah ini jumlah beban dari struktur atas mulai dari atap hingga ke sloof dihitung dan ditentukan pelimpahannya, sehingga dapat ditentukan susunan pondasi telapak gabungan.

* Menentukan lokasi resultan beban-beban

Jika pada kolom-kolomnya terdapat momen lentur, maka perhitungkan resultan ∑P nya.

* Menghitung kapasitas dukung izin(qa)

Berdasarkan jenis tanah dasar tempat diletakkan pondasi, maka diperoleh nilai-nilai kapasitas dukung tanah (qa)

* Menentukan lebar pondasi

Sebelum menentukan lebar pondasi, tentukan terlebih dahulu panjang pelat pondasi L dengan metode coba-coba. Kemudian hitung luas pelat pondasi A dengan menggunakan rumus berikut .

A = Σp / qa

dengan :

A = luas dasar pondasi

qa = kapasitas dukung tanah

Lebar pondasi, B1 dan B2 dapat ditentukan dengan rumus berikut :

B1 = ( 2A/L) . ((3r/L – 1)

r = jarak resultan P terhadap sisi B2

B2 = (2A/L) – B1

* Mengecek qa yang diperoleh dari dimensi pondasi pada langkah diatas.

Pada hitungan cara ini, karena resultan beban dibuat berhimpit dengan pusat berat luasan pondasi, tekanan dasar pondasi seragam, sehingga q = qa. Kemudian menggambar diagram gaya lintang disepanjang pondasi, mrnghitung momen lentur dan mengecek kedalaman pondasi.

* Jika resultan beban tidak berhimpit, maka lanjutkan langkah berikut.

Langkah selanjutnya menentukan letak titik berat luasan pondasi, menentukan momen inersia luasan pondasi terhadap sumbu y, menghitung momen ∑P terhadap sumbu y.

Kemudian menentukan besar tekanan sentuh pada dasar pondasi diikuti dengan menggambar diagram gaya lintang disepanjang pondasi, Mengecek kedalaman pondasi dan menghitung kembali lebar pondasi dan besar tekanan sentuh pada dasar pondasi

Cek kembali nilai qa yang diperoleh dari dimensi pondasi. qa yang didapat harus lebih kecil dari qa izin tanah.



Besar tekanan sentuh pada dasar pondasi dapat dihitung dengan rumus berikut.

q = (Σp/BL)(1+/- 6ex/L) ; untuk (e ≤ L/6)

q = 4∑p / (3B(L-2ex)) ; untuk (e > L/6)

Kemudian gambarkan kembali gaya lintang, hitung momen lentur, dan cek kedalaman pondasi.



Sumber: Teknik Pondasi I, 2002, Hary Christady Harditatmohal 319

Oleh: Juliana Fisaini, mahasiswi Jurusan Teknik Sipil Univ. Syiah Kuala
reff:http://www.ilmusipil.com/langkah-merancang-pondasi-telapak-gabungan

Perencanaan Pondasi tiang pancang

Pondasi merupakan elemen bangunan yang berfungsi untuk menyalurkan semua beban yang bekerja pada struktur tersebut ke dalam tanah, sampai kedalaman tertentu yaitu sampai lapisan tanah keras.

Tipe pondasi yang digunakan adalah pondasi tiang pancang dengan rata-rata kedalaman bervariasi antara 10-20 m dari elevasi/peil bawah pile cap. Dari hasil data penyelidikan tanah, muka air tanah berada pada kedalaman -08.00 m sampai dengan -10.00 m dari permukaan tanah setempat. Penggunaan pondasi secara kelompok/group direncanakan pada Proyek ‘tempat penulis kerja praktek’, dengan jarak antar tiang minimal 2,5 atau 3 x Ø (diameter) atau disyaratkan pula jarak antara 2 tiang pancang dalam kelompok tiang min. 0,60 m dan maks. 2,00 m, dan bila menggunakan tiang pancang persegi, jarak minimal antar tiang adalah 1,75 x diagonal penampang tiang pancang tersebut.

Perhitungan efisiensi kelompok tiang pancang dihitung sesuai dengan jenis, dimensi, jarak, jumlah, dan susunan kelompok tiang pancang yang digunakan. Alasan penggunaan pondasi tiang pancang ini adalah:

  1. Pengerjaannya relatif cepat dan pelaksanaannya juga relatif lebih mudah.
  2. Biaya yang dikeluarkan lebih murah dari pada tipe pondasi dalam yang lain (bored pile).
  3. Kualitas tiang pancang terjamin. Tiang pancang yang digunakan merupakan hasil pabrikasi, sehingga kualitas bahan yang digunakan dapat dikontrol sesuai dengan kebutuhan, serta kualitasnya seragam karena dibuat masal. (kontrol kualitas/kondisi fisik tiang pancang dapat dilakukan sebelum tiang pancang digunakan).
  4. Dapat langsung diketahui daya dukung tiang pancangnya, pemancangan yang menggunakan drop hammer dihentikan bila telah mencapai tanah keras/final set yang ditentukan (kalendering). Sedangkan bila menggunakan Hydrolic Static Pile Driver (HSPD), terdapat dial pembebanan yang menunjukkan tekanan hidrolik terdiri dari empat silinder untuk menekan tiang pancang ke dalam tanah sampai ditemui kedalaman tanah keras.

Jenis pondasi tiang pancang dalam pengerjaannya dapat menimbulkan gangguan lingkungan. Diantaranya menimbulkan kebisingan serta getaran besar yang dapat merusak struktur lain yang ada di sekitar lokasi proyek. Pemilihan jenis alat pemancangan yang digunakan dalam Proyek ini adalah jenis Hydrolic Static Pile Driver (HSPD) dan drop hammer. Untuk tower yang lokasinya dekat dengan pemukiman penduduk maka metode pemancangan yang dilakukan adalah dengan menggunakan HSPD, dimana alat tersebut tidak menimbulkan kebisingan dan getaran besar karena prosesnya adalah dengan menekan tiang pancang dengan tenaga hidraulik. Sedangkan untuk tower bagian tengah, cukup menggunakan drop hammer. Penggunaan alat-alat tersebut telah mendapatkan ijin dari pemerintah daerah setempat dan penduduk sekitar karena tidak menimbulkan gangguan bagi penduduk sekitar.

Oleh : Chairil Nizar

reff :http://www.ilmusipil.com/perencanaan-pondasi-tiang-pancang

JENIS-JENIS PONDASI BANGUNAN

Pengertian.

Pondasi bangunan adalah kontruksi yang paling terpenting pada suatu bangunan.Karena pondasi berfungsi sebagai”penahan seluruh beban ( hidup dan mati ) yang berada di atasnya dan gaya – gaya dari luar.Pada pondasi tidak boleh terjadi penurunan pondasi setempat ataupun penurunan pondasi merata melebihi dari batas – batas tertentu, yaitu :

Jenis bangunan Penurunan maksimum
Bangunan umum 2.54 Cm
Bangunan pabrik 3.81 Cm
Gudang 5.08 Cm
Pondasi mesin 0.05 Cm

Jenis – jenis pondasi.

Bentuk pondasi ditentukan oleh berat bangunan dan keadaan tanah disekitar bangunan tersebut, sedangkan kedalaman pondasi ditentukan oleh letak tanah padat yang mendukung pondasi.Pondasi pada tanah miring lebih dari 10 %, maka pondasi bangunan tersebut harus dibuat rata atau dibentuk tangga dengan bagian bawah dan atas rata.Jenis pondasi dibagi menjadi 2, yaitu :

  • Pondasi dangkal

  • Pondasi dalam

Pondasi dangkal adalah pondasi yang digunakan pada kedalaman 0.8 – 1 meter.Karena daya dukung tanah telah mencukupi.Jenis – jenis pondasi dangkal :
  • Pondasi rollag bata

Pada awalnya pondasi rollag bata merupakan pondasi yang diaplikasikan untuk menopang berat beban pada bangunan.Namun, pada saat ini pondasi rollag bata telah lama ditinggalkan.Selain mahal, pemasangannya pun membutuhkan waktu yang lama serta tidak memiliki kekuatan yang bisa diandalkan.Akan tetapi, pondasi ini tetap digunakanuntuk menahan beban ringan, misalnya pada teras.

  • Pondasi batu kali

Pondasi batu kali sering kita temuin pada bangunan – bangunan rumah tinggal.Pondasi ini masih digunakan, karena selain kuat, pondasi ini pun masih termasuk murah.Bentuknya yang trapesium dengan ukuran tinggi 60 – 80 Cm, lebar pondasi bawah 60 – 80 Cm dan lebar pondasi atas 25 – 30 Cm.

Bahan lain yang murah sebagai alternatif pengganti pondasi batu kali adalah memanfaatkan bongkaran bekas pondasi tiang pancang ( Bore Pile ) atau beton bongkaran jalan.Bekas bongkaran tersebut cukup kuat digunakan untuk pondasi, sebab mutu beton yang digunakan ialah K-250 s/d K-300.Permukaannya yang tajam dan kasar mampu mengikat adukukan semen dan pasir.Bila dibandingkan dengan pondasi rollag bata, tentu bongkaran bekas beton jauh lebih kuat.Ukurannya rata – rata 30 x 30 Cm.



  • Pondasi sumuran

Pondasi sumuran atau cyclop beton menggunakan beton berdiameter 60 – 80 Cm dengan kedalaman 1 – 2 meter.Di dalamnya dicor beton yang kemudian dicampur dengan batu kali dan sedikit pembesian dibagian atasnya.Pondasi ini kurang populer sebab banyak kekurangannya, di antaranya boros adukan beton dan untuk ukuran sloof haruslah besar.Hal tersebut membuat pondasi ini kurang diminati.

  • Pondasi plat beton lajur

Pondasi palt beto lajur sangat kuat, sebab seluruluhnya terdiri dari beton bertulang dan harganya lebih murah dibandingkan dengan pondasi batu kali.Ukuran lebar pondasi lajur ini sama dengan lebar bawah dari pondasi batu kali, yaitu 70 Cm.Sebab fungsi pondasi plat beton lajur adalah pengganti pondasi batu kali.

  • Pondasi bor mini / Strauss pile

Pondasi bor mini atau strauss pile ini digunakan pada kondisi tanah yang jelek, seperti bekas empang atau rawa yang lapisan tanah kerasnya berada jauh dari permukaan tanah.Pondasi ini bisa digunakan untuk rumah tinggal sederhna atau bangunan dua lantai.Kedalamannya 2 – 5 meter.Ukuran diameter pondasi mulai dari 20, 30 dan 40 Cm. Pengerjaannya dengan mesin bor atau secara manual.Di atas pondasi bor mini ada blok beton ( pile cap ).Pile cap ini merupakan media untuk mengikat kolom dengan sloof.

Pondasi dalam adalah pondasi yang kedalamannya lebih dari 2 meter dan biasa digunakan pada bangunan – bangunan bertingkat.Jenis pondasi dalam, yaitu :

  • Bore pile

` Bore pile adalah pondasi yang kedalamannya lebih dari 2 meter.Digunakan untuk pondasi bangunan – bangunan tinggi.Sebelum memasang bore pile, permukaan tanah dibor terlebih dahulu dengan menggunakan mesin bor. Hingga menemukan daya dukung tanah yang sangat kuat untuk menopang pondasi.Setelah itu tulang besi dimasukan kedalam permukaaan tanah yang telah dibor, kemudian dicor dengan beton.Pondasi ini berdiameter 20 Cm keatas.Dan biasanya pondasi ini terdiri dari 2 atau lebih yang diatasnya terdapat pile cap.



  • Tiang pancang / Paku bumi

Tiang pancang pada dasarnya sama dengan bore pile, hanya sja yang membedakan bahan dasarnya.Tiang pancang menggunakan beton jadi yang langsung ditancapkan langsung ketanah dengan menggunakan mesin pemancang.Karena ujung tiang pancang lancip menyerupai paku, oleh karena itu tiang pancang tidak memerlukan proses pengeboran.

reff: http://hardi91.wordpress.com/2010/01/04/pondasi-bangunan/

Searching for Business Development Manager and Geotechnical Design Engineer

Our client, one of the largest independent ground engineering specialist, is looking for:

BUSINESS DEVELOPMENT MANAGER (based in Jakarta)

Job Responsibilities:
1. Report to the Chief Representative
2. Market company products to the construction industry
3. Search the market for potential jobs
4. Collect relevant information regarding projects, sites and engineering information and
forward to the design engineer
5. Prepare costing and offer letter for submission
6. Prepare yearly budget and sales target

Skills:
1. Recognised degree in the Civil Engineering
2. 5 to 10 years of similar experience in the construction sector
3. Good industry networks with local consultants, main contractors and suppliers
4. Good interpersonal skill and willing to travel to all parts of Indonesia
5. Good spoken and written Indonesia and English languages
6. Proficient in Microsoft Office softwares (eg words,excel, powerpoint)
7. Posses driving license and International passport
8. Willing to travel to regional offices in particular Singapore (occasionally)

GEOTECHNICAL DESIGN ENGINEER (based in Jakarta)

Job Responsibilities:
1. Report to BDM
2. Prepare geotechnical design report
3. Attend technical meetings with BDM
4. Able to estimate quantities and prepare simple engineering drawings
5. Do site visits to review site conditions for potential and ongoing projects

Skills:
1. Recognised degree in Civil Engineering. Preferably with postgraduate training in the
field of Geotechnical Engineering.
2. 2 to 3 years of design experience in Geotechnical Engineering
3. Proficient in basic engineering softwares
4. Proficient in Microsoft Office softwares
5. Good written and spoken Indonesia and English languages

If you meet above qualifications, please send your latest CV to nani@headhunter.co.id

reff :http://tech.groups.yahoo.com/group/forum-geoteknik-indonesia/

Bencana Alam Tanah Longsor Perspektif Ilmu Geoteknik

Ilmu teknik sipil dewasa ini telah berkembang dernikian luas, antara lain dalain bidang teknik konstruksi, hidro, transportasi, ling­kungan, hingga yang berkaitan dengan bidang ilmu lain seperti bahan konstruksi teknik, yang menitik beratkan pada masalah bahan‑bahan yang digunakan untuk konstruksi bangunan; geornaterial, yang lebih berkonsentrasi pada bangunan yang berasal dari bahan tanah dan batuan; teknik sipil tradisional, yang berkaitan bangunan‑bangunan tradisional dan tingkat budaya masyarakat kita. Selain itu, bidang geo­teknik, yang merupakan bidang ilmu tersendiri dan menitikberatkan pada aplikasi teknik sipil dalam masalah‑masalah yang berhubungan dengan sifat mekanis tanah dan batuan (Suryolelono, 1996a). Geo­teknik sebenamya merupakan gabungan beberapa disiplin ilmu yaitu mekanika, yang mempelajari karakteristik mekanis atau tingkah laku massa benda, bilamana dikenai gaya; bahan, yang mernpelajari karak­teristik fisis (ukuran butiran, komposisi, gesekan, lekatan, kepadatan, permeaWlitas, dan sifat plastisnya); hidraulika, yang mempelajari karakteristik hidraulisnya terutama berkaitan dengan aliran air melalui media porus; dan lingkungan, yang mempelajari pengaruh/dampaknya terhadap lingkungan.
Geoteknik itu sendiri terdiri atas dua bidang pokok, yaitu ilmu dasar dan aplikasinya (Holtz dan Kovacs, 1981). limu dasar dalam bidang geoteknik adalah mekanika tanah (soil mechanics), yang mempelajari sifat‑sifat fisis dan mekanis tanah; mekanika batuan (rock mechanics), yang mempelajari sifat‑sifat fisis dan mekanis batuan, serta geologi teknik (engineering geology), sedangkan aplikasi ilmu. dasarnya adalah teknik fondasi (foundation engineering), yang mempelajari fondasi dari berbagai bangunan baik bangunan gedung dari tingkat sederhana sampai dengan bangunan tinggi, bangunan air, bangunan lepas pantai, bangunan jalan, lapangan terbang, dermaga dan lain‑lain; teknik batuan (rock engineering), yang seperti teknik fondasi namun orientasi fondasi tidak pada tanah tetapi pada batuan (konstruksi terowongan, pusat tenaga listrik bawah muka tanah, reservoir bahan energi bawah muka tanah, atau suatu galian dalam, dan lain‑lain); stabilitas lereng, yang mempelajari tentang kondisi lereng dalam keadaan labil atau mantab, lereng dalam sekala kecil maupun besar, lereng alam atau buatan, dalam tinjauan dua dimensi atau tiga dimensi, serta mitigasi dan penanggulangannya.

Akhir‑akhir ini, sering terjadi bencana tanah longsor, yang dikaitkan dengan datangnya musim hujan. Bencana tanah longsor (landslides) pada tahun lalu maupun di saat musim penghujan sekarang ini, banyak terjadi di Indonesia seperti di daerah Cilacap, Purworejo, Kulonprogo, Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Timur, Surnatera dan lokasi lainnya di tanah air, bahkan tedadi di tengah kota seperti di Jakarta, Semarang, Jogjakarta dan di kota lainnya. Peristiwa tanah longsor atau dikenal sebagai gerakan massa tanah, batuan atau kombinasinya, sering terjadi pada lereng­lereng alam atau buatan, dan sebenarnya merupakan fenomena alam, yaitu alarn mencari keseimbangan baru akibat adanya gangguan atau faktor yang mempengaruhinya dan menyebabkan te~jadinya pengu­rangan kuat geser serta peningkatan tegangan geser tanah (Anonim, 2000).

Kontribusi pengurangan kuat geser tanah pada lereng alam yang mengalami longsor disebabkan oleh faktor yang dapat berasal dari alam itu sendiri, erat kaitannya dengan kondisi geologi antara lain jenis tanah, tekstur (komposisi) dari pada tanah pembentuk lereng sangat berpengaruh terjadinya longsoran, misalnya sensivitas sifat­sifat tanah lempung, adanya lapisan tanah shale, loess, pasir lepas, dan bahan organik. Bentuk butiran tanah (bulat, ataupun tajam) berpengaruh terhadap friksi yang terjacli dalam tanah, pelapisan tanah, pengaruh gempa, geomorfologi (kemiringan daerah), iklim, terutama hujan dengan intensitas tinggi atau seclang, dengan durasi yang lama di awal musim hujan, atau menjelang akhir musim hujan, menimbul­kan perubahan parameter tanah yang berkaitan dengan pengurangan kuat gesernya. Pada batuan pengurangan kuat geser dapat diakibatkan oleh adanya diskontinuitas, sifat kekakuan, arah bedding,joint, orien­tasi lereng, derajat sementasi batuan misalnya konglomerat, batuan pasir, breksi, dan lain‑lain. Variasi muka air di reservoir bendungan seperti yang terjadi pada bendungan Vaiont di Italia, merupakan salah satu contoh penyebab lemahnya bidang kontak pelapisan batuan (bedding) pembentuk lereng di sekitar waduk (reservoir) dengan orientasi miring ke arah waduk. Selain tekstur tanah, pengaruh fisik dan kimia dapat mempengaruhi, terhadap pengurangan kuat geser. Pengaruh fisik antara lain lemahnya retakan‑retakan yang terjadi pada tanah lempung, hancurnya batuan breksi (disintegrasi) akibat perubah­an temperatur, proses hidrasi terutama pada jenis tanah lempung berkaitan dengan meningkatnya tegangan air pori, oversaturation lapisan tanah berbutir halus (loess). Pengaruh kimia dapat diakibatkan oleh larutnya bahan semen dalam batuan pasir dan konglomerat.

Kontribusi peningkatan tegangan geser disebabkan oleh banyak faktor antara lain phenomena variasi gaya intergranuler yang diakibatkan oleh kadar air dalam tanah/batuan yang menimbulkan tedadinya tegangan air pori, serta tekanan hidrostatis dalam tanah meningkat. Variasi pembentuk batuan dan tekstur tanah, retakan‑retakan yang terisi butiran halus, diskontinuitas, pelapukan dan hancurnya batuan yang menyebabkan lereng terpotong‑potong, atau. tersusunnya kem­bali butiran‑butiran halus.

Faktor lain yang berpengaruh adalah bertambah berat beban pada lereng dapat berasal dari alam itu sendiri, antara lain air hujan yang berinfiltrasi ke dalam tanah di bagian lereng yang terbuka (tanpa penutup vegetasi) menyebabkan kandungan air dalam tanah mening­kat, tanah menjadi jenuh, sehingga berat volume tanah bertambah dan beban pada lereng semakin berat. Pekerjaan timbunan di bagian lereng tanpa memperhitungkan beban lereng dapat menyebabkan lereng menjadi rawan longsor. Pengaruh hujan dapat te~adi di bagian lereng­lereng yang terbuka akibat aktivitas mahluk hidup terutama berkaitan dengan budaya masyarakat saat ini dalam memanfaatkan alam berkait­an dengan pemanfaatan lahan (tata guna lahan), kurang memperhati­kan pola‑pola yang sudah ditetapkan oleh pernerintah. Penebangan hutan yang seharusnya tidak diperbolehkan tetap saja dilakukan, sehingga lahan‑lahan pada kondisi ler'eng dengan geomorphologi yang sangat miring, menjadi terbuka dan lereng menjadi rawan longsor. Kebiasaan masyarakat dalam mengembangkan pertanian/perkebunan tidak memperhatikan kemiringan lereng, pembukaan lahan‑lahan baru di lereng‑lereng bukit menyebabkan permukaan lereng terbuka tanpa pengaturan sistem tata air (drainase) yang seharusnya, dan bentuk­bentuk teras bangku pada lereng tersebut perlu dilakukan untuk mengerem laju erosi. Bertambahnya penduduk menyebabkan perkem­bangan perumahan ke arah daerah perbukitan (lereng‑lereng bukit) yang tidak sesuai dengan peruntukan lahan (tata guna lahan), menimbulkan beban pada lereng (surcharge) semakin bertambah berat. Erosi di bagian kaki lereng akibat aliran sungai, atau gelombang air laut mengakibatkan lemahnya bagian kaki lereng, tedadinya kernbang susut material pembentuk lereng, dan lain‑lain menyebabkan terjadinya peningkatan tegangan geser.

Pengaruh gempa juga menyebabkan kondisi lereng yang sebelumnya cukup stabil menjadi labil. Kondisi ini dapat terjadi, akibat goncangan pada lapisan tanah di bumi, menimbulkan struktur
tanah menjadi berubah. Pada jenis‑jenis tanah berbutir kasar dalam kondisi kering akan menyebabkan butiran‑butiran ini merapat, namun untuk jenis tanah yang sama dalam kondisi jenuh dan te~ebak dalam lapisan tanah lempung yang membentuk lensa‑lensa pasir, apabila terjadi gempa akan mengalami peristiwa 1equefaction. Akibat penga­ruh gempa tegangan pori (u) dalam lapisan tanah pasir (lensa‑lensa pasir) ini meningkat, mengakibatkan tegangan efektif tanah (C;') menurun dan bahkan mencapai nilai terendah (= 0). Hal ini berarti tanah kehilangan kuat~ dukungnya, berakibat tanah pembentuk lereng di atas lapisan ini runtuh, timbul masalah tanah longsor. Selain itu, apabila lapisan tanah lempung terletak di atas lapisan batuan keras (bed rock), akibat pengaruh gempa pada ke dua massa yang berbeda (tanah dan batuan) mempunyai percepatan yang berbeda, sehingga bidang kontak ke dua lapisan ini menjadi bagian yang lemah.
Munculnya sumber‑sumber air di bagian kaki lereng akibat te~adi rembesan air menimbulkan terjadinya peristiwa erosi buluh (piping). Pada kondisi ini tanah di bagian kaki lereng kehilangan kuat dukungnya dan bahkan mendekati harga sama dengan nol, sehingga perlawanan terhadap gaya yang melongsorkan menurun, dan lereng menjadi rawan longsor.

Demikian pula pada lereng buatan dapat berupa lereng galian, lereng bendungan, lereng timbunan sampah (Chowdhury, 1978). Keruntuhan lereng buatan dapat terjadi disebabkan oleh faktor‑faktor yang sama dengan lereng alam yaitu pengurangan kuat geser dan penambahan tegangan geser pada lapisan tanah pembentuk lereng. Lereng galian merupakan lereng yang direncanakan dengan menen­tukan rerata tinggi galian dan kerniringan galian tersebut, sehingga lereng tetap stabil (aman) sementara itu aspek ekonomi tetap menjadi pertimbangan. Umur lereng galian harus dijaga agar tetap stabil sesuai dengan tipe peke~aan seperti tambang dan bangunan teknik sipil lainnya. Kesulitannya adalah meramalkan terhadap kontrol stabilitas dan pemeliharaan. Lereng timbunan dan bendungan tergantung pada sifat mekanis dari bahan yang digunakan untuk konstruksi timbunan dan bendungan yang diperoleh dari hasil uji di laboratorium atau in situ untuk menentukan komposisi tanah dan timbunan batu, derajat pernadatan. Konstruksi timbunan dan bendungan pada tanah dasar fondasi merupakan tanah kohesif membutuhkan tahap‑tahap konstruksi sesuai dengan tin9kat kOnsolidasi dengan kontrol kecePatan (rate) pembebanan agar diperoleh tingkat kepadatan tanah dasar fondasi mampu mendukung beban di atasnya. Konsolidasi tanah inipun dapat dipercepat dengan menempatkan drain vertikal (Suryolelono, 2000a).

Gerakan lereng tidak stabil merupakan gerakan yang dibedakan sebagai gerakan guguran (falls), runtuhan (top~les), longsoran (slides), penyebaran (lateral spreads), aliran (flow), dan gerakan kompleks yang merupakan kombinasi dari berbagai gerakan tersebut (Varnes, 1978) dalam Giani, 1992. Semua bentuk gerakan ini sangat ditentukan oleh formasi geologi yaitu lapisan batuan, lapukan batuan dan tanah. Ungsoran yang terjadi akan membentuk suatu pola baik di permukaan lereng maupun bentuk bidang gelincimya. Pola longsoran di bagian permukaan lereng akan membentuk pola tapal kuda, bidang ,longsor seJaiar arah kaki lereng, hummocky (bentuk busur‑busur keeil) (Suryolelono, 1995b), sedang bentuk bidang longsor dapat merupakan satu atau lebih permukaan bidang longsor dengan bentuk silindris (tampang lingkaran) atau datar (tampang garis). Longsoran dengan bentuk bidang gelincir datar (translation slides), apabila bentuk bidang gelincir adalah bidang datar ke arah kaki lereng. Hutchinson (1988) dalam Giani (1992) membedakan dalam beberapa tipe yaitu sheet, slab, debris slides, dan sudden spreadfailure. Longsoran dengan bentuk bidang gelincir dengan tampang lingkaran (rotation slides) sering dengan bentuk seperti bagian lengkung silinder, cekung ke atas, dan terJadi pada lereng dengan material lempung homogen, material granuler, atau batuan masif. Namun bentuk tersebut sering tidak cekung ke atas, karena adanya pengaruh joint, bedding, faults, atau tidak homogennya lapisan tanah, mengakibatkan bidang longsor tidak mengikuti bentuk busur ling­karan, tetapi merupakan bidang lengkung dan datar. Hutchinson (1998) dalam Giani (1992) membedakan tiga tipe utama bentuk tampang bidang gelincir adalah satu lingkaran, lebih dari satu ling­karan, dan terbentuk secara berturut‑turut. Bentuk bidang gelincir yang umum terjadi di Indonesia merupakan tipe longsoran dengan bidang gelincir bentuk lingkaran (rotational slides), dan datar dengan tipe slab slides atau rock slides. Kadang‑kadang gerakan Iongsor merupakan gerakan yang sangat kompleks yaitu kombinasi dari rotational slides, translational slides atau bentuk‑bentuk lainnya.

Dalam bidang geoteknik, untuk menyatakan lereng aman terhadap terjadinya longsoran, dilakukan analisis dengan pendekatan model matematik dua dimensi untuk berbagai bentuk bidang longsor datar, lengkung (lingkaran), atau kombinasi ke duanya. Dalarn analisis ini umumnya dicari besarnya angka aman (factor of safety‑FOS) yang merupakan fungsi tegangan geser (T). Pendekatan yang digunakan dalarn metode ini adalah keseimbangan batas, dan bentuk bidang longsor dalam dua dimensi, namun lereng tanah perlu dipertimbangkan sebagai suatu sistem tidak kenyang air sampai dengan kenyang air. Letak muka air tanah (phreatic water surface) di daerah perbukitan umumnya dalarn atau dangkal, sehingga kondisi tanah pada waktu‑waktu tertentu kering (musim kemarau) dan di waktu musim hujan, tanah menjadi kenyang air. Di awal musim hujan, kondisi tanah sebagian pori tanah terisi air atau dalam kondisi tidak kenyang air. Selain itu, jenis tanah merupakan parameter yang harus dipertimbangkan pula, berhubungan dengan sifat fisis dan mekanis tanah akibat pengaruh air.

Analisis mekanisme tanah longsor yang selama ini digunakan, umumnya untuk lereng jenuh dengan memperhitungkan tegangan air pori positif, namun pada kondisi tanah belum cukup kenyang air (unsaturated), tegangan air pori dapat bemilai negatif menimbulkan terjadinya gaya sedot (soil suction atau matrix suction) dan berpengaruh terhadap kuat geser tanah (shear strength). Oleh karena itu, dalam melakukan tinjauan analisis mekanisme tanah longsor, harus dipertimbangkan kondisi lereng yang merupakan suatu sistern menyeluruh dari kondisi tanah tidak kenyang air sampai dengan kenyang air. Abramson, dkk. (1996), Rahardjo, dkk. (2002) menyatakan ada dua parameter bebas yang berpengaruh terhadap tegangan dalarn tanah dengan kondisi tidak kenyang air (ruang pori tanah sebagian terisi udara dan sebagian air), tegangan netto (a ‑u,,), dan matrix suction (Ua U,) (dengan cy : tegangan total, Ua : tegangan udara (gas) pori, dan u, : tegangan air pori). Pada kondisi tanah kenyang air, maka seluruh ruang pori tanah terisi air, tegangan air pori (u,) akan sama dengan tegangan udara pori (u.), sehingga matrix suction (u,, u,,) diabaikan (= 0). Oleh karena itu, parameter tegangan dalarn tanah menjadi tegangan efektif ((Y ‑ u,). Tampak pengaruh air terutama air hujan yang berinfiltrasi ke dalam tanah, menimbulkan perubahan pada. ke dua parameter ini, dan memberikan pengaruh terhadap tegangan geser serta volume tanah yang merubah sifat‑sifat tanah.

Tegangan air pori (u,) di atas zona muka air tanah (phreatic surface) umumnya te~adi akibat tegangan air pori berada di bawah tegangan atmosfir (udara). Besarnya tegangan pori negatif atau dikenal sebagai soil suction atau matrix suction tergantung besarnya tegangan permukaan pada batas udara dan air yang menyelimuti butiran tanah. Umumnya untuk tanah berbutir halus mempunyai matrix suction yang tinggi (Wong, 1970 dalam Abramson, dkk. 1996). Matrix suction meningkatkan tegangan efektif dalam seluruh massa tanah dan memperbaiki stabilitas lereng (peningkatan matrix suction berdasarkan hubungan c = c' + (Ua ‑ UO‑ tan(Pb (Ho & Fredlund, 1982, dalarn Abramson, dkl~., 1996) dengan c : kohesi total tanah, c' : kohesi efektif, (Ua ‑ UO : matrix suction, (Pb : suatu sudut yang menunjukan variasi pertambahan kuat geser relatif terhadap matrix suction (Ua U')). Matrix suction berkurang apabila kondisi tanah berangsur‑angsur menjadi kenyang air (selama dan sesudah hujan lebat dengan durasi lama). Pada kondisi tanah kenyang air, besarnya kuat geser tanah (shear strength of soil) dinyatakan sesuai hubungan Coulomb (,r = c' + cr'tan(p' dan cr' = cy ‑ u, (Coulomb, 1776, dalam Braja, 1994 dengan ,r : kuat geser tanah, c' kohesi efektif, (Y' tegangan efektif, cr : tegangan total, u, : tegangan air pori, dan (p' sudut gesek internal efektif tanah). Untuk kondisi tanah tidak kenyang air (unsaturated), besarnya kuat geser tanah dipengaruhi oleh matrix suction (Tff = c' + (CFf ‑ Ua)f.tan(P' + (u,, ‑ u,)f. tanW, dan c = c' + (Ua ‑ U,)f‑ tanTb dengan c : total kohesi tanah, c' kohesi efektif, (ua ‑ u,)f : matrix suction pada. kondisi runtuh, ((Tf Ua)f : tegangan normal netto pada kondisi runtuh, (p' : sudut gesek internal efektif atau sudut gesek internal berhubungan dengan tegangan normal netto (Abramson, dkk., 1996; Fredlund, dkk., 1978)). Tampak pada kondisi tanah tidak kenyang air, besarnya kuat geser tanah meningkat dengan bertambalmya nilai kohesi, dan ada tambahan akibat matrix suction, sehingga pada kondisi ini lereng menjadi lebih aman. Oleh karena itu, salah satu metode untuk membuat lereng menjadi aman (stabil) adalah kondisi tanah dibuat tidak kenyang air. Salah satu usaha untuk mernbuat lereng tidak kenyang air adalah menempatkan suatu sistern drainase bawah permukaan lereng (sub surface drainage) dengan memperhitungkan curah hujan yang terjadi di daerah tersebut. Tujuannya adalah agar sistem drainase mampu mengalirkan sebagian air yang meresap ke dalam tanah untuk mengurangi kandungan air dalam tanah.

Selain analisis dengan pendekatan model matematik dua dimensi, model matematik tiga dimensi untuk keruntuhan lereng telah dikembangkan dengan memanfaatkan mekanika kontinum. Dasar pernecahan analisis ini menggunakan persamaan Navier‑Stokes, pengembangan persamaan kontinuitas untuk cairan tidak pampat, dan criteria Coulomb (Fathani, dkk., 2002). Pengembangan model analisis ini dengan membuat suatu program komputer LSFLOW yang masih terus dilakukan.

Keruntuhan lereng dapat terjadi karena berkurangnya/menurifnnya kernampuan kuat geser tanah secara perlahan‑lahan atau mendadak atau perubahan kondisi geometri lereng akibat galian misalnya, sehingga lereng menjadi curam. Parameter penting yang dibutuhkan dalam analisis stabilitas lereng adalah kuat geser, geometri lereng, tegangan air pori atau gaya rembesan, dan beban serta'kondisi lingkungan sekitar lereng. Konsep stabilitas lereng menggunakan metode analisis dalarn memprediksi kestabilan lereng tanah untuk dua dimensi telah banyak dikembangkan oleh ahli‑ahli geoteknik. Umumnya untuk menyatakan lereng dalarn kondisi stabil (mantab) dinyatakan dengan angka aman (FOS) yang merupakan rasio antara gaya atau momen yang melawan terjadinya longsor dan gaya atau momen yang melongsorkan. Besamya angka aman disesuaikan dengan beban yang bekerja, untuk kondisi beban normal artinya beban yang beketja terus menerus pada lereng mempunyai nilai 1,5‑2, sedang untuk beban sernentara (misal : beban gernpa) digunakan angka. arnan lebih rendah yaitu 1,1‑1,2, karena. beban ini bekerja dalam waktu relatif pendek. Konsep stabilitas lereng adalah menggunakan metode keseirnbangan batas (limit equilibrium) dengan lereng yang diperkirakan akan runtuh dibagi‑bagi menjadi 8‑15 pias. Metode ini antara. lain : Ordinary Method of Slice (OMS) dikembangkan oleh Fellenius (1927, 1936). Dalam analisisnya Fellenius mengabaikan keseirnbangan gaya. di kedua sisi pias dan massa tanah yang diperkirakan akan runtuh sebagai satu kesatuan. Metode ini merupakan metode dengan prosedur paling sederhana serta sebagai dasar sernua metode selanjutnya. Bishop simplified (1955) meniadakan sernua. gaya geser antar pias, narnun keseirnbangan gaya horisontal diperhitungkan secara keseluruhan. Janbu (1954, 1957, 1973) dengan anggapan seperti metode Bishop simplified narnun tidak meninjau keseirnbangan. mornen, Lowe dan Karafiath (1960) menganggap gaya‑gaya. antar pias membentuk sudut sebesar rerata sudut alas dan atas pias. Corps of Engineers (1982) dengan anggapan. kemiringan gaya‑gaya. antar pias sarna dengan kerniringan lereng atau sama dengan rerata. Sudut kerniringan. ujung‑ujung pennukaan bidang runtuh. Spencer (1967, 1973) dalarn Winterkorn dan Fang, 1975, beranggapan. besarnya. gaya‑ gaya antar pias adalah sarna, narnun tidak diketahui arahnya. Sarma. (1973), dan Morgenstern & Price (1965) dalam Winterkorn dan Fang, 1975, menggunakan fungsi distribusi gaya antar pias. Fredlund dan Rahardjo (1993) cenderung meninjau kondisi lereng sebagai suatu lapisan tanah yang tidak kenyang air (unsaturated), sedang metode lainnya. dengan anggapan tanah dalarn konsidi kenyang air (saturated) atau kondisi kering. Dua metode yaitu Fellenius dan Bishop hanya dapat digunakan, apabila. bentuk bidang gelincir berbentuk tarnpang lingkaran, sedangkan bentuk bidang gelincir tidak berbentuk lingkaran menggunakan metode Janbu, Corps of Engineers, Lowe dan Karafiath, sedang analisis stabilitas lereng untuk lereng tidak kenyang air menggunakan metode Fredlund dan Rahardjo, narnun untuk mengetabui metode mana yang paling cocok, digunakan metode GLE (General Limit Equilibrium) yang mendasarkan pada keseimbangan gaya. dan keseirnbangan momen. Cara analisis ini baru dapat dilakukan, apabila sudah didapatkan parameter‑perameter tanah dari hasil uji geoteknik di lapangan maupun di laboratorium. Dalam mela­kukan uji lapangan perlu dilakukan secara teliti untuk mendapatkan data yang akurat, danmewakili seluruh daerah yang diuji. Berbagai uji lapangan dapat digunakan untuk mendapatkan letak bidang gelincir antara lain dengan alat uji penetrasi statis (Suryolelono, 1996b), atau dinamis, dan selanjutnya diambil sampelnya untuk uji laboratorium guna mendapatkan parameter tanah.
Konsep metode analisis tiga dimensi keruntuhan lereng adalah tegangan geser pada setiap titik selalu berubah berdasarkan waktu dan lokasinya, dengan bidang longsor yang tidak selalu berbentuk busur lingkaran. Perbedaan konsep metode analisis dua dimensi dengan tiga dimensi keruntuhan lereng adalah pada metode dua dimensi tegangan geser sepanjang permukaan bidang longsor adalah konstan, sedang pada metode tiga dimensi, pada setiap titik tinjauan selalu berubah berdasarkan. fungsi waktu. dan tempatnya (Nakamura, dkk., 1989; Sasa, 1987).

Dari hasil analisis tersebut, apabila lereng dinyatakan labil, maka. diperlukan usaha untuk mengantisipasinya. Metode stabilitas lereng umumnya, mengurangi gaya yang melongsorkan atau menye­babkan lereng tanah tersebut longsor (bergerak turun) ke arah kaki lereng, memperbesar gaya perlawanan terhadap gaya yang melong­sorkan, atau kombinasi ke duanya. Secara umum metode stabilitas lereng ini dapat dilakukan secara fisis, mekanis, khemis, dan bio engineering dengan memperhatikan kondisi lereng yang labil, sehing­ga dapat ditentukan metode yang paling tepat.
Metode stabilitas lereng secara fisis merupakan metode yang paling sederhana, namun hasilnya dapat diandalkan. Usaha stabilisasi dengan membuat lereng lebih landai, sehingga lereng menjadi tidak curam, atau mengurangi beban di bagian atas lereng dengan memin­dahkan material di bagian puncak lereng ke kaki lereng, menempatkan konstruksi bahu lereng (benn) merupakan usaha untuk melandaikan lereng. Penempatan pratibobot (counterweight‑merupakan konstruksi timbunan batu atau tanah di bagian kaki lereng), memberikan hasil yang memuaskan, namun diperlukan ruangan (space) yang cukup luas, karena berkaitan dengan usaha galian dan timbunan. Teknik ini adalah mengurangi gaya yang melongsorkan akibat massa tanah yang bergerak turun atau menambah besamya perlawanan geser.
Usaha lain untuk membuat lereng tetap stabil dengan menem­patkan sistern drainase permukaan (surface drainage) atau bawah permukaan (sub surface drainage) yang mampu untuk mengevakuasi sebagian air terutama air hujan yang berinfiltrasi ke dalarn tanah, agar tanah/batuan pembentuk lereng tidak menjadi dalam kondisi jenuh air. Air hujan yang berinfiltrasi ke dalain tanah menyebabkan muka air tanah naik, sehingga memperbesar tekanan hidrostatis pada lereng tersebut. Selain itu, akibat tekanan rembesan dapat menimbulkan terjadinya peristiwa erosi buluh (piping) di bagian lereng, dan semakin lama semakin besar sesuai dengan perkembangan debit aliran rem­besan. Pada lereng‑lereng yang menunjukan gejala munculnya mata air rembesan di bagian kaki lereng setelah te~adi hujan, merupakan suatu indikasi bahwa lereng ini tidak mantab (labil). Berbagai bentuk drainase permukaan dapat berupa selokan atau parit drain, dan drainase bawah permukaan antara lain drain horisontal, lapisan drain, relief drain dan terowongan drain telah banyak digunakan, dan hasilnyapun dapat diandalkan (Suryolelono, 1993, 1999).
Cara mekanis dalarn usaha stabilisasi lereng dilakukan apabila ruangan yang tersedia sangat sempit, artinya bila cara fisis sangat sulit untuk diterapkan, barulah dilakukan dengan cara mekanis. Cara ini dengan menempatkdn konstruksi penahan tanah konvensional, atau metode baru yaitu perkuatan tanah (soil reinfoercement), pengang­keran tanah (soil nailling), namun keberhasilan konstruksi ini akan lebih baik, apabila didukung dengan sistern drainase permukaan maupun bawah permukaan, dan pada konstruksi penahan tanah itu sendiri. Kegagalan konstruksi penahan tanah konvensional yang te~adi di kota Semarang (Forum, Maret 2002; Kedaulatan Rakyat, 17, 18, 20, 23 Februari 2002), runtuhnya candi Selogriyo (Suryolelono, 1995b; 1996), karena buruknya sistern drainase pada. konstruksi penahan tanah, dan sistern drainase di sekitar konstruksi itu. Cara lain untuk mengantisipasi gerakan tanah ini dengan memancang tiang atau turap (sheet pile) di bagian lereng yang longsor, namun tiang atau turap harus cukup panjang dan melewati bidang longsor, sehingga efektif untuk menghambat turunnya material tanah yang longsor.
Metode stabilisasi dengan cara khemis merupakan usaha mencampur bahan tanah dengan semen (soil cement‑shotcrete), atau bahan kapur, abu sekarn padi (ASP‑abu sekarn padi‑RHA‑rice husk ash) (Suryolelono & Fathani, 2000), abu terbang (fly ash), sementasi (grouting) untuk meningkatkan kuat geser tanah, namun pemanfaatan bahan kimia ini perlu dipertimbangkan pengaruhnya terhadap lingkungan.
Bio engineering merupakan suatu usaha stabilisasi lereng dengan menutup lereng‑lereng yang terbuka dengan tanaman. Tujuan dari usaha ini, agar air hujan sebagai pemicu gerakan lereng dapat ditahan sementara, atau tidak segera infiltrasi ke ' dalarn tanah, namun metode ini membutuhkan waktu lama. Umumnya metode ini diguna­kan apabila lereng diindentifikasi rawan terhadap erosi dan berakibat lanjut lereng longsor. Jenis tanaman yang direkomendasi oleh Bank Dunia seperti jati, akasia, johar, pinus mahoni, kemiri, damar dan lain­lain, perlu disesuaikan dengan kondisi lereng setempat dan atas saran­saran dari para ahli di bidang yang berkaitan. Mengurangi atau meng­hindari pembangunan teras bangku di lereng‑lereng rawan longsor tanpa dilengkapi dengan saluran pembuangan air (SPA) dan saluran drainase bawah permukaan tanah untuk menurunkan muka air tanah, mengurangi intensifikasi pengolahan tanah di daerah rawan longsor (Soedjoko, 2000) merupakan salah satu usaha stabilisasi lereng rawan longsor. Umumnya usaha penanggulangan kelongsoran lereng yang digunakan merupakan kombinasi baik cara fisis, mekanis, khemis atau bio engineering, untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

Keruntuhan lereng yang terjadi di Indonesia didominasi akibat sistim drainasi lereng yang buruk atau sistem drainasi yang ada mengalami gangguan. Keruntuhan lereng yang terjadi di dusun Klepu desa Banjararurn Kecamatan Kallbawang tahun lalu, sebagai salah satu contoh terganggunya sistem drainase alam (torrencial river, avfoer, gully) yang ada, akibat tertutup/terpotong jalan aspal yang menghubungkan dusun Klepu dengan daerah lainnya Degan, Nogosari (Kedaulatan Rakyat, 30 November, 2001). Jika terjadi hujan, air yang jatuh di pen‑nukaan lereng akan tertahan oleh jalan ini, sehingga terjadi akumulasi air di bagian kaki lereng (sebagian menyebar mencari jalannya sendiri, dan sebagian infiltrasi ke dalmn tanah), akibatnya tanah di bagian kaki lereng menjadi kenyang air, berakibat karakteristik tanah menurun drastis, terjadi penurunan kuat geser tanah, dan lereng menjadi rawan longsor. Dernikian pula halnya runtuhnya Candi Selogroyo di desa Kembangkuning, Kecarnatan Windusari, Kabupaten Magelang, akibat terjadinya akumulasi air di bagian kaki lereng. Penyebab utarna keruntuhan lereng di lokasi Candi Selogriyo adalah bangunan pelimpah konstruksi pengambilan air (captering) yang terletak di sebelah hulu Candi Selogriyo tidak mampu mengalirkan air yang melimpah ke sungai torrencial, sehingga air menyebar secara horisontal. masuk melewati bidang kontak antara lapisan tanah keras (bed rock) dan tanah residual di atasnya (Suryolelono, 2000). Bencana tanah longsor di Desa Penusupan Kecarnatan Sruweng Kabupaten Keburnen, juga didahului dengan munculnya mata air di kaki lereng (piping) yang dalam bahasa daerahnya adalah "lernahe ngetuk" (Kedaulatan Rakyat, 8 Oktober, 2001), dernikian pula bencana tanah longsor di daerah Kulonprogo, Purworejo dan tempat‑tempat lainnya selalu didahului dengan tanda­tanda munculnya mata air di bagian kaki lereng. Bencana di lokasi pernandian air panas di kaki Gunung Welirang, Pacet, Mojokerto, baru‑baru ini merupakan satu contoh lagi terganggunya sistern drainase yang ada. Sistern drainase (sungai) alarn yang ada tidak marnpu mengalirkan debit aliran sungai pada saat itu, sehingga air mencari jalannya sendiri dengan menggerus lapisan tanah yang merupakan endapan vulkanik. Tanah yang telah bercarnpur air bergerak sangat cepat dikenal dengan lahar dingin atau mud (earth) flow, mernpunyai kernarnpuan merusak sangat dahsyat. Keruntuhan­keruntuhan lereng yang dipicu oleh hujan umurnnya disebabkan oleh buruknya sistern drainase yang ada, bahkan tidak ada, sehingga air mencari jalannya sendiri. Munculnya aliran air dernikian besar, sehingga sungai‑sungai (dr~inase) alarn tidak marnpu melewatkan debit aliran, disebabkan oleh faktor‑faktor antara lain rusaknya daerah penyangga hujan di sebelah hulu.

Oleh: Prof. Dr. Ir. Kabul Basah Suryolelono, Dip.H.E., D.E.A.

reff : http://aph168.blogspot.com/2008/04/bencana-alam-tanah-longsor-perspektif.html

GEOLOGI REKAYASA

I. Peristilahan

Istilah Geologi Rekayasa sesungguhnya merupakan perpaduan antara Geologi Teknik dan Geologi Lingkungan. Geologi Teknik banyak membahas aspek teknik geologis dari pada material kerak bumi, sedangkan Geologi Lingkungan banyak membahas tentang kondisi lingkungan geologi suatu wilayah / lahan.

II. Pengertian

Geologi Rekayasa walaupun merupakan istilah baru (sejak tahun 2000) tetapi penerapannya telah menyatu dengan berbagai kegiatan proyek sehingga tidak lagi menjadi sesuatu yang baru sebagai subyek. Penerapan Geologi Rekayasa lebih menekankan pada aspek pemanfaatan lahan secara teknik geologis sejalan dengan kondisi lingkungan yang tersedia. Karena itu Pengertian Geologi Rekayasa adalah suatu disiplin ilmu, yang membahas mengenai bagaimana suatu lahan / wilayah, dapat secara layak dimanfaatkan, dan pemanfaatannya terlaksana sesuai dengan prinsip-prinsip geologi baik secara teknis maupun secara tatalingkungan.


III. Pengetahuan Pendukung

Pengetahuan dasar sebagai pendukung dalam mempelajari Geologi Rekayasa adalah Fisika, Kimia, Biologi, Matematika. Keempat komponen tersebut dijadikan sebagai komponen input. Sedangkan Komponen Geologi Dasar dan Geologi Teknik dan Lingkungan merupakan komponen penguat terhadap Geologi Rekayasa sebagai komponen output. Dibawah ini digambarkan tentang skema hubungan antar komponen-komponen tersebut.


IV. Tujuan Mempelajari Geologi Rekayasa

  • Tujuan Umum

Mahasiswa mengetahui tentang pengertian Geologi Rekayasa dan mampu bekerja sama dengan tenaga Ahli Geologi Rekayasa dalam memanfaatkan suatu lahan terhadap pekerjaan-pekerjaan konstruksi
.
  • Tujuan Khusus

  1. Mahasiswa dapat mengetahui tingkat kelayakan pemanfaatan suatu lahan / wilayah untuk pembangunan/konstruksi, berdasarkan prinsip-prinsip geologi.
  2. Mahasiswa dapat mengetahui prinsip-prinsip dasar secara geologi penetapan kelayakan pemanfaatan suatu lahan / wilayah untuk pembangunan/konstruksi.
  3. Mahasiswa mampu menerapkan pengetahuan Geologi Rekayasa dalam pemanfaatan lahan untuk pekerjaan konstruksi.


V. Sistematika
  • Pendahuluan
  • Batuan
  • Topografi
  • Geohidrologi
  • Tektonik dan Kegempaan
  • Fieldtrip


VI. Pustaka
  1. ARDAMANSA,: "Studi dan Sintesa Pemikiran Tektonik Lempeng terhadap Perkembangan Tektonik Sulawesi". Jurusan Teknik Geologi. Fakultas Teknik. UNHAS. Makassar. 1986.
  2. BILLINGS, M.P., : "Structural Geology". Prentice Hall of India. New Delhi. 1984.
  3. BLYTH, FGH., , : "A Geology for Engineers". Edward Arnold (Publisher) Ltd. London. 1956.
  4. DACKOMBE, & GARDINER,,: "Geomorphological Field Manual". George Allen & Unwin. London. 1983.
  5. GARRELS, R.M. , : "A Textbook of Geology". Harper & Brothers. New York. 1951.
  6. KATILI, J.A., & MARKS, P., : "Geologi". Departemen Urusan Research Nasional. Jakarta.
  7. Verhoef., "GEOLOGIE VOOR DE CIVIEL INGENIEUR". Alih Bahasa: Diraatmadja. Penerbit Erlangga. Jakarta. 1989.
reff : http://georek.blogspot.com/2010/03/pendahuluan.html

Dasar-dasar Mekanika Tanah


Mekanika Tanah adalah bagian dari Geoteknik yang merupakan salah satu cabang dari ilmu Teknik Sipil, dalam Bahasa Inggris mekanika tanah berarti soil mechanics atau soil engineering dan Bodenmechanik dalam Bahasa Jerman.

Istilah mekanika tanah diberikan oleh Karl von Terzaghi pada tahun 1925 melalui bukunya “Erdbaumechanik auf bodenphysikalicher Grundlage” (Mekanika Tanah berdasar pada Sifat-Sifat Dasar Fisik Tanah), yang membahas prinsip-prinsip dasar dari ilmu mekanika tanah modern, dan menjadi dasar studi-studi lanjutan ilmu ini, sehingga Terzaghi disebut sebagai “Bapak Mekanika Tanah”.


Definisi Tanah

Tanah didefinisikan sebagai material yang terdiri dari:

  • Agregat (butiran) mineral-mineral padat yang tidak terikat secara kimia satu sama lain.
  • Zat Cair.
  • Gas yang mengisi ruang-ruang kosong diantara butiran mineral-mineral padat tersebut.

Tanah berguna sebagai pendukung pondasi bangunan dan juga tentunya sebagai bahan bangunan itu sendiri (contoh: batu bata).

Percobaan
Ilmu ini mempelajari sifat-sifat tanah melalui serangkaian percobaan laboratorium dan percobaan di lapangan.

Percobaan di Lapangan

  • Sondir
  • Bor
  • Uji Tekan Pelat
  • Uji Kekuatan Geser Tanah di lapangan, dengan menggunakan Uji Baling-Baling

Percobaan di laboratorium
  • Distribusi Butiran Tanah, untuk tanah berbutir besar digunakan Uji Ayak (eng: Sieve Analysis, de: Siebanalyse), untuk tanah berbutir halus digunakan Uji Hidrometer (eng: Hydrometer, de: Aräometer / Sedimentationsanalyse).
  • Berat Jenis Tanah (eng: Specific Grafity, de: Wichte)
  • Kerapatan Tanah (eng: Bulk Density, de: Dichte) dengan menggunakan Piknometer.
  • Kadar Air, Angka Pori dan Kejenuhan Tanah (eng: Water Content, Pore Ratio and Saturation Ratio; de: Wassergehalt, Hohlraumgehalt, Sättigungszahl)
  • Permeabilitas (eng: Permeability, de: Wasserdurchlässigkeit)
  • Plastisitas Tanah, dengan menggunakan Atterberg Limit Test untuk mencari:
  1. – Batas Cair dan Plastis,
  2. – Batas Plastis dan Semi Padat,
  3. – Batas Semi Padat dan Padat
(eng: Liquid Limit, Plastic Limit, Shrinkage Limit;
de: Zustandgrenzen und Konsistenzgrenzen)
  • Konsolidasi (eng: Consolidation Test, de: Konsolidationversuch)
  • Uji Kekuatan Geser Tanah, di laboratorium terdapat tiga percobaan untuk menentukan kekuatan geser tanah, yaitu:
  1. – Percobaan Geser Langsung (eng: Direct Shear Test, de: Direktscherversuch),
  2. – Uji Pembebanan Satu Arah (eng: Unconvined Test, de: Einaxialversuch) dan
  3. – Uji Pembebanan Tiga Arah (eng & de: Triaxial)
  • Uji Kemampatan dengan menggunakan Uji Proctor

Penggunaan Ilmu

Pada kelanjutannya, ilmu ini digunakan untuk:

  • Perencanaan pondasi
  • Perencanaan perkerasan lapisan dasar jalan (pavement design)
  • Perencanaan struktur di bawah tanah (terowongan, basement) dan dinding penahan tanah)
  • Perencanaan galian
  • Perencanaan bendungan

reff : http://mektantest.com/index.php/Inovasi-Teknik-Sipil/definisi-mekanika-tanah.html

Geoteknik Science

Geoteknik adalah suatu bagian dari cabang ilmu Teknik Sipil. Didalamnya diperdalam pembahasan mengenai permasalahan kekuatan tanah dan hubungannya dengan kemampuan menahan beban bangunan yang berdiri diatasnya. Pada dasarnya ilmu ini tergolong ilmu tua yang berjalan bersamaan dengan tingkat peradaban manusia, dari mulai pembangunan piramid di mesir, candi Borobudur hingga pembangunan gedung pencakar langit sekarang ini. Salah satu contohnya ialah kemiringan menara pisa di italy disebabkan oleh kekurangan kekuatan dukung tanah terhadap menara tersebut. Secara keilmuan, bidang teknik sipil ini mempelajari lebih mendalam ilmu ilmu:

Mekanika Tanah dan batuan
Teknik Pondasi
Stuktur bawah tanah

Kaitan Geoteknik Dengan Ilmu Pertambangan

Banyak perusahaan tambang kita yang masih mengabaikan peran geoteknik di dalam tambang. Anggapan bahwa penyelidikan geoteknik itu mahal adalah salah. Biaya yang dikeluarkan untuk penyelidikan geoteknik tidaklah semahal biaya yang akan terbuang bila terjadi longsor di tambang, stock pile, barge loading atau bahkan pelabuhan. Sebagai contoh, perusahaan tambang yang baru sekitar satu minggu memasang hopper seberat 200 ton di lokasi barge loading conveyor, tiba-tiba mengalami longsor.

Hopper terlepas dari pondasinya dan menggeser semua bangunan yang sudah terpasang disekitar BLC. Kaki conveyor terangkat, dolpin bergerak dan jatuh ke sungai akibat terjadinya pergerakan tanah disekitarnya. Kerugian struktur yang diderita mencapai lebih dari 1M, belum lagi kerugian yang timbul akibat terhentinya aktifitas disekitar BLC. Banyak juga perusahaan tambang yang membuat lokasi stock pilenya dekat dengan sungai. Akibat beban yang berlebihan dari penumpukan batubara, lebih besar maka sebagian dari batubara tersebut longsor ke sungai.

Dapat dibayangkan berapa kerugian yang diderita oleh perusahaan akibat hilangnya batubara dan pencemaran yang ditimbulkan. Untuk itulah peran geotek cukup penting agar terhindar dari kerugian-kerugian tersebut. Pekerjaan penting lain yang harus dilakukan seorang engineer geotek adalah memberikan panduan kepada pihak terkait mengenai potensi bahaya geoteknik yang akan terjadi kepada pihak terkait (manajemen perusahaan, institusi, mineplanner, dll).

Peran seorang engineer geotek secara umum dalam pertambangan adalah :
  • Eksplorasi dan Mine Development.
Geoteknik diperlukan untuk memandu kepada arah pembuatan desain pit yang optimal dan aman (single slope degree, overall slope degree, tinggi bench, potensi bahaya longsor yang ada contohnya: longsoran bidang, baji, topling busur, dll) sesuai dengan kriteria faktor keamanannya. Disini ahli geotek tidak hanya melakukan analisis namun juga ikut turun memetakan kondisi geologi (patahan/lipatan/rekahan, dll) dilokasi yang akan dibuka tambang. Selain itu juga geoteknik diperlukan dalam pembangunan infrastruktur tambang seperti stockpile, port, jalan hauling di areal lemah, dll. Disini, peran ahli geotek adalah memberikan analisis mengenai daya dukung tanah yang aman, cut fill volume, serta langkah-langkah yang diperlukan untuk memenuhi faktor keamanan sehingga ketika dilakukan kontruksi dan digunakan tidak terjadi longsoran (failure).

  • Operasional Tambang
Pada kondisi ini ahli geotek berperan dalam pengawasan kondisi pit dan infrastruktur yang ada, sebagai contoh pengawasan pergerakan lereng tambang, zona-zona potensi longsor di areal tambang (pit dan waste dump) akibat proses penambangan, prediksi kapan longsor akan terjadi, apakah berbahaya untuk operasional di pit atau tidak, langkah apa saja yang harus dilakukan untuk mengantisipasi longsor seperti mengevakuasi alat, melakukan push back untuk menurunkan derajat kemiringan lereng, melakukan penguatan, melakukan pengeboran horizontal untuk mengeluarkan air tanah,dll.

Disini peran ahli geotek memandu tim safety dalam pengawasan operasional tambang dan ahli geotek bisa melakukan penyetopan operasional pit jika membahayakan keselamatan manusia dan alat, hal ini juga berlaku pada infrastruktur.

  • Post Mining (Pasca Penambangan)
Setelah kegiatan penambangan selesai, geotek bekerja sama dengan safety juga berperan untuk memastikan bahwa kondisi waste dump dan pit dalam kondisi aman dan tidak terjadi longsor dalam jangka waktu lama, karena setelah tambang selesai lahan tersebut akan dikembalikan kepada pemerintah dan masyarakat dan menyangkut masalah
citra perusahaan, bagi perusahaan yang berstatus green company hal ini merupakan kewajiban yang harus dilakukan.

Geoteknik: Cabang yang mempelajari struktur dan sifat berbagai macam tanah dalam menopang suatu bangunan yang akan berdiri di atasnya. Cakupannya dapat berupa investigasi lapangan yang merupakan penyelidikan keadaan-keadaan tanah suatu daerah dan diperkuat dengan penyelidikan laboratorium.

reff : http://matonimous.blogspot.com/2010/03/pekerjaan-geoteknik-pada-penambangan.html dan sumber lainnya

Klasifikasi Disiplin Ilmu Teknik Sipil

Teknik sipil adalah salah satu cabang ilmu teknik yang mempelajari tentang bagaimana merancang, membangun, merenovasi tidak hanya gedung dan infrastruktur, tetapi juga mencakup lingkungan untuk kemaslahatan hidup manusia.

Teknik sipil mempunyai ruang lingkup yang luas, di dalamnya pengetahuan matematika, fisika, kimia, biologi, geologi, lingkungan hingga komputer mempunyai peranannya masing-masing. Teknik sipil dikembangkan sejalan dengan tingkat kebutuhan manusia dan pergerakannya, hingga bisa dikatakan ilmu ini bisa merubah sebuah hutan menjadi kota besar.

Cabang-cabang ilmu teknik sipil


Struktural: Cabang yang mempelajari masalah struktural dari materi yang digunakan untuk pembangunan. Sebuah bentuk bangunan mungkin dibuat dari beberapa pilihan jenis material seperti baja, beton, kayu, kaca atau bahan lainnya. Setiap bahan tersebut mempunyai karakteristik masing-masing. Ilmu bidang struktural mempelajari sifat-sifat material itu sehingga pada akhirnya dapat dipilih material mana yang cocok untuk jenis bangunan tersebut. Dalam bidang ini dipelajari lebih mendalam hal yang berkaitan dengan perencanaan struktur bangunan, jalan, jembatan, terowongan dari pembangunan pondasi hingga bangunan siap digunakan.

Geoteknik: Cabang yang mempelajari struktur dan sifat berbagai macam tanah dalam menopang suatu bangunan yang akan berdiri di atasnya. Cakupannya dapat berupa investigasi lapangan yang merupakan penyelidikan keadaan-keadaan tanah suatu daerah dan diperkuat dengan penyelidikan laboratorium.


Manajemen Konstruksi: Cabang yang mempelajari masalah dalam proyek konstruksi yang berkaitan dengan ekonomi, penjadwalan pekerjaan, pengembalian modal, biaya proyek, semua hal yang berkaitan dengan hukum dan perizinan bangunan hingga pengorganisasian pekerjaan di lapangan sehingga diharapkan bangunan tersebut selesai tepat waktu.

Hidro dan Lingkungan: Cabang yang mempelajari air dan lingkungan alam, pengendalian dan permasalahannya. Mencakup bidang ini antara lain cabang ilmu hidrologi air (berkenaan dengan cuaca, curah hujan, debit air sebuah sungai dsb), hidrolika (sifat material air, tekanan air, gaya dorong air dsb) dan bangunan air seperti pelabuhan, dam, irigasi, waduk/bendungan, kanal hingga teknik penyehatan.

Transportasi: Cabang yang mempelajari mengenai sistem transportasi dalam perencanaan dan pelaksanaannya. Mencakup bidang ini antara lain konstruksi dan pengaturan jalan raya, konstruksi bandar udara, terminal, stasiun dan manajemennya.


Informatika Teknik Sipil : Cabang baru yang mempelajari penerapan Komputer untuk perhitungan/pemodelan sebuah sistem dalam proyek Pembangunan atau Penelitian. Mencakup bidang ini antara lain dicontohkan berupa pemodelan Struktur Bangunan (Struktural dari Materi atau CAD), pemodelan pergerakan air tanah atau limbah, pemodelan lingkungan dengan Teknologi GIS (Geographic information system).

Keluasan cabang dari teknik sipil ini membuatnya sangat fleksibel di dalam dunia kerja. Profesi yang didapat dari seorang ahli bidang ini antara lain: perancangan/pelaksana pembangunan/pemeliharaan prasarana jalan, jembatan, terowongan, gedung, bandar udara, lalu lintas (darat, laut, udara), sistem jaringan kanal, drainase, irigasi, perumahan, gedung, minimalisasi kerugian gempa, perlindungan lingkungan, penyediaan air bersih, konsep finansial dari proyek, manajemen projek dsb. Semua aspek kehidupan tercangkup dalam muatan ilmu teknik sipil.


Perbedaan dari arsitek: terletak pada posisi ahli teknik sipil dalam sebuah proyek. Arsitek menyumbangkan rancangan, ide, kemungkinan pelaksanaan pembangunan di atas kertas. Hasil rancangan tersebut diserahkan selanjutnya kepada staf ahli bidang teknik sipil untuk pelaksanaan pembangunan. Tahapan ini, ahli teknik sipil melakukan perbaikan/saran dari pelaksanaan perencanaan, koordinasi dalam proyek, mengamati jalannya proyek agar sesuai dengan perencanaan. Selain itu, ahli teknik sipil juga membangun konsep finansial dan manajemen proyek atas hal-hal yang mempengaruhi jalannya proyek.


Ahli teknik sipil tidak hanya berurusan dengan pembangunan sebuah proyek bangunan, tetapi di bidang lain seperti yang berkaitan dengan informatika, memungkinkan untuk memodelisasi sebuah bentuk dengan bantuan program CAD, pemodelan kerusakan akibat gempa, banjir. Hal ini sangat penting di negara maju sebagai tolak ukur kelayakan pembangunan sebuah bangunan vital yang mempunyai resiko dapat menelan korban banyak manusia seperti reaktor nuklir atau bendungan, jika terjadi kegagalan perencanaan teknis. Rancangan bangunan tersebut biasanya dimodelkan dalam komputer dengan diberikan faktor-faktor ancaman bangunan tersebut seperti gempa dan keruntuhan struktur material. Peran ahli teknik sipil juga masih berlaku walaupun fase pembangunan sebuah gedung telah selesai, seperti terletak pada pemeliharaan fasilitas gedung tersebut.


reff : wikipedia dan berbagai sumber lainnya
Back To Top