A. PENDAHULUAN
Metode Irisan merupakan metode yang paling sering digunakan dalam analisis kestabilan lereng. Kelebihan utama dari metode irisan adalah mudah dipahami serta membutuhkan data yang relatif sedikit dibandingkan dengan metode yang lainnya. Metode irisan juga telah teruji kehandalannya selama puluhan tahun.
Metode irisan merupakan metode yang sangat populer dalam analisa kestabilan lereng. Metode ini telah terbukti sangat berguna dan dapat diandalkan dalam praktek rekayasa serta membutuhkan data yang relatif sedikit dibandingkan dengan metode lainnya, seperti metode elemen hingga (finite element), metode beda hingga (finite difference) atau metode elemen diskrit (discrete element).
Gaya-gaya gravitasi dan rembesan cenderung menyebabkan ketidakstabilan pada lereng alami, pada lereng yang dibentuk dengan cara penggalian, dan pada lereng tanggul serta bendungan tanah. Dalam kelongsoran rotasi bentuk permukaan runtuh pada potongannya dapat berupa lingkaran atau kurva lingkaran. Pada umumnya, kelongsoran lingkaran berhubungan dengan kondisi tanah yang homogen dan kelongsoran bukan lingkaran berhubungan dengan kondisi tidak homogen.
Kelongsoran translasi dan kelongsoran gabungan terjadi bila bentuk permukaan runtuh dipengaruhi oleh adanya kekuatan geser yang berbeda pada lapisan tanah yang berbatasan berada pada kedalaman yang relative dangkal di bawah permukaan lereng, dimana permukaan runtuhnya akan berbentuk bidang dan hampir sejajar dengan lereng.
Kelongsoran gabungan biasanya terjadi bila lapisan tanah yang berbatasan berada pada kedalaman yang lebih besar, dan permukaan runtuhnya terdiri dari bagian-bagian lengkung dan bidang. Analisis stabilitas tanah pada permukaan yang miring biasanya disebut dengan analisis stabilitas lereng. Umumnya, analisis stabilitas dilakukan untuk mengecek keamanan dari lereng alam, lereng galian, dan lereng urugan tanah.
Dalarn bidang geoteknik, untuk menyatakan lereng aman terhadap terjadinya longsoran, dilakukan analisis dengan pendekatan model matematik dua dimensi untuk berbagai bentuk bidang longsor datar, lengkung (lingkaran), atau kombinasi ke duanya. Dalarn analisis ini umumnya dicari besarnya angka aman (factor of safety‑FOS) yang merupakan fungsi tegangan geser (T).
Pendekatan yang digunakan dalarn metode ini adalah keseimbangan batas, dan bentuk bidang longsor dalam dua dimensi, namun lereng tanah perlu dipertimbangkan sebagai suatu sistem tidak jenuh air sampai dengan jenuh air. Letak muka air tanah (phreatic water surface) di daerah perbukitan umumnya dalarn atau dangkal, sehingga kondisi tanah pada waktu‑waktu tertentu kering (musim kemarau) dan di waktu musim hujan, tanah menjadi jenuh air. Di awal musim hujan, kondisi tanah sebagian pori tanah terisi air atau dalam kondisi tidak jenuh air.
Analisis stabilitas lereng tidak mudah karena terdapat banyak faktor yang sangat memepengaruhi hasil hitungannya. Faktor-faktor tersebut misalnya, kondisi tanah yang berlapis-lapis, kuat geser tanah yang anisotropis, aliran rembesan air dalam tanah dan lain-lainnya.
Terzaghi (1950) membagi penyebab longsoran lereng terdiri dari akibat pengaruh dalam dan pengaruh luar. Pengaruh luar,yaitu pengaruh yang menyebabkan bertambahnya gaya geser dengan tanpa adanya perubahan kuat geser dari tanahnya. Contoh, akibat perbuatan manusia mempertajam kemiringan tebing atau memperdalam galian tanah dan erosi sungai. Pengaruh dalam, yaitu longsoran yang terjadi dengan tanpa perubahan kondisi luar atau gempa bumi. Contoh yang umum untuk kondisi ini adalah pengaruh bertambahnya tekanan air pori di dalam lerengnya.
Ide untuk membagi massa di atas bidang runtuh ke dalam sejumlah irisan telah digunakan sejak awal abad 20. Pada tahun 1916, Peterson melakukan analisis kestabilan lereng pada beberapa dinding dermaga di Gothenberg, Swedia, dimana bidang runtuh dianggap berbentuk sebuah busur lingkaran dan kemudian massa di atas bidang runtuh dibagi ke dalam sejumlah irisan vertikal.
Dua puluh tahun kemudian, Fellenius (1936) memperkenalkan metode irisan biasa. Setelah itu muncul beberapa metode irisan lainnya, antara lain yang dikembangkan oleh: Janbu (1954, 1957); Bishop (1955); Morgenstern dan Price (1965); Spencer (1967); Sarma (1973, 1979); Fredlund dan Krahn (1977), Fredlund, dkk (1981); Chen dan Morgenstern (1983); Zhu, Lee dan Jiang (2003).
Selain itu, jenis tanah merupakan parameter yang harus dipertimbangkan pula, berhubungan dengan sifat fisis dan mekanis tanah akibat pengaruh air.
B. DASAR TEORI
Semua metode irisan menyatakan kondisi kestabilan suatu lereng dinyatakan dalam suatu indeks yang disebut faktor keamanan (F), yang didefinisikan sebagai berikut:
Faktor keamanan diasumsikan mempunyai nilai yang sama untuk setiap irisan.
Kekuatan geser material yang tersedia untuk menahan material sehingga lereng tidak longsor dinyatakan dalam kriteria keruntuhan Mohr-Coulomb sebagai berikut:
W = Berat total irisan.
N = Gaya normal total pada dasar irisan.
S = Gaya geser pada dasar irisan yang diperlukan agar irisan berada dalam kondisi tepat setimbang.
E = Gaya antar-irisan horisontal; tik bawah L dan R menunjukkan masing-masing untuk sebelah kiri dan kanan dari irisan.
X = Gaya antar-irisan vertikal; tikbawah L dan R menunjukkan masing-masing untuk sebelah kiri dan kanan dari irisan.
kW = Gaya seismik horisontal yang bekerja pada pusat massa irisan, dimana k adalah koefisien seismik.
R = Radius lingkaran untuk bidang runtuh busur lingkaran; atau lengan momen dari gaya geser sm terdapat pusat momen untuk bidang runtuh yang bukan busur lingkaran.
f = Jarak tegak lurus dari gaya normal N terhadap pusat momen.
x = Jarak horisontal dari pusat massa irisan terhadap pusat momen.
e = Jarak vertikal dari pusat massa irisan terhadap pusat momen.
h = Tinggi rata-rata irisan
b = Lebar irisan
b = Panjang dasar irisan [b = b sec a]
a = Jarak vertikal dari gaya hidrostatik terhadap pusat momen.
A = Gaya hidrostatik pada retakan tarik
a = Sudut kemiringan dari garis singgung pada titik di tengah dasar irisan terhadap bidang horisontal. Sudut kemiringan bernilai positif apabila searah dengan kemiringan lereng, dan bernilai negatif apabila berlawanan arah dengan kemiringan lereng.
Berdasarkan kondisi kesetimbangan yang dapat dipenuhi, metode irisan dapat dikelompokkan menjadi dua kategori.
1. Metode yang tidak memenuhi semua kondisi kesetimbangan gaya dan momen, antara lain yaitu metode irisan biasa, metode Bishop yang disederhanakan, metode Janbu yang disederhanakan, dan metode Corps of Engineer.
2. Metode yang memenuhi semua kondisi kesetimbangan gaya dan momen, antara lain yaitu Metode Spencer, Metode Morgenstern-Price dan Metode Kesetimbangan Batas Umum.
Analisis stabilitas lereng adalah untuk menentukan faktor aman dari bidang longsor yang potensial. Dalam analisis stabilitas lereng, beberapa anggapan telah dibuat, yaitu:
1) Kelongosoran lereng terjadi di sepanjang permukaan bidang longsor tertentu dan dapat dianggap sebagai masalah bidang 2 dimensi
2) Massa tanah yang longsor dianggap berupa benda yang masif
3) Tahanan geser dari massa tanah pada setiap titik sepanjang bidang longsor tidak tergantung dari orientasi permukaan longsoran, atau dengan kata lain kuat geser tanah dianggap isotropis
4) Faktor aman didefenisikan dengan memperhatikan tegangan geser rata-rata sepanjang bidang longsor yang potensial dan kuat geser tanah rata-rata sepanjang permukaan longsoran.Jadi kuat geser tanah mungkin terlampaui dui titik-titik tertentu pada bidang longsornya, padahal faktor aman hasil hitungan lebih besar 1. Lereng dianggap stabil jika faktor amannya memenuhi syarat yang ditentukan, yaitu:
v F≥ 1.5 berarti tanpa gempa
v F≥ 1.2 berarti ada gempa
Faktor aman didefenisikan sebagai nilai banding antara gaya yang menahan dan gaya yang menggerakkan.
Bahan ini masih banyak kekurangannya. Mudah2an bermanfaat buat kita semua.
Sumber: http://arie-yona.blogspot.com/
0 Comment for "STABILITAS LERENG UNTUK TANAH C-Ф CARA PIAS DENGAN FAKTOR GEMPA"