STABILITAS LERENG UNTUK TANAH C-Ф CARA PIAS DENGAN FAKTOR GEMPA



A. PENDAHULUAN

Metode Irisan merupakan metode yang paling sering digunakan dalam analisis kestabilan lereng. Kelebihan utama dari metode irisan adalah mudah dipahami serta membutuhkan data yang relatif sedikit dibandingkan dengan metode yang lainnya. Metode irisan juga telah teruji kehandalannya selama puluhan tahun.

Metode irisan merupakan metode yang sangat populer dalam analisa kestabilan lereng. Metode ini telah terbukti sangat berguna dan dapat diandalkan dalam praktek rekayasa serta membutuhkan data yang relatif sedikit dibandingkan dengan metode lainnya, seperti metode elemen hingga (finite element), metode beda hingga (finite difference) atau metode elemen diskrit (discrete element).

Gaya-gaya gravitasi dan rembesan cenderung menyebabkan ketidakstabilan pada lereng alami, pada lereng yang dibentuk dengan cara penggalian, dan pada lereng tanggul serta bendungan tanah. Dalam kelongsoran rotasi bentuk permukaan runtuh pada potongannya dapat berupa lingkaran atau kurva lingkaran. Pada umumnya, kelongsoran lingkaran berhubungan dengan kondisi tanah yang homogen dan kelongsoran bukan lingkaran berhubungan dengan kondisi tidak homogen.

Kelongsoran translasi dan kelongsoran gabungan terjadi bila bentuk permukaan runtuh dipengaruhi oleh adanya kekuatan geser yang berbeda pada lapisan tanah yang berbatasan berada pada kedalaman yang relative dangkal di bawah permukaan lereng, dimana permukaan runtuhnya akan berbentuk bidang dan hampir sejajar dengan lereng.

Kelongsoran gabungan biasanya terjadi bila lapisan tanah yang berbatasan berada pada kedalaman yang lebih besar, dan permukaan runtuhnya terdiri dari bagian-bagian lengkung dan bidang. Analisis stabilitas tanah pada permukaan yang miring biasanya disebut dengan analisis stabilitas lereng. Umumnya, analisis stabilitas dilakukan untuk mengecek keamanan dari lereng alam, lereng galian, dan lereng urugan tanah.

Dalarn bidang geoteknik, untuk menyatakan lereng aman terhadap terjadinya longsoran, dilakukan analisis dengan pendekatan model matematik dua dimensi untuk berbagai bentuk bidang longsor datar, lengkung (lingkaran), atau kombinasi ke duanya. Dalarn analisis ini umumnya dicari besarnya angka aman (factor of safety‑FOS) yang merupakan fungsi tegangan geser (T).

Pendekatan yang digunakan dalarn metode ini adalah keseimbangan batas, dan bentuk bidang longsor dalam dua dimensi, namun lereng tanah perlu dipertimbangkan sebagai suatu sistem tidak jenuh air sampai dengan jenuh air. Letak muka air tanah (phreatic water surface) di daerah perbukitan umumnya dalarn atau dangkal, sehingga kondisi tanah pada waktu‑waktu tertentu kering (musim kemarau) dan di waktu musim hujan, tanah menjadi jenuh air. Di awal musim hujan, kondisi tanah sebagian pori tanah terisi air atau dalam kondisi tidak jenuh air.

Analisis stabilitas lereng tidak mudah karena terdapat banyak faktor yang sangat memepengaruhi hasil hitungannya. Faktor-faktor tersebut misalnya, kondisi tanah yang berlapis-lapis, kuat geser tanah yang anisotropis, aliran rembesan air dalam tanah dan lain-lainnya.

Terzaghi (1950) membagi penyebab longsoran lereng terdiri dari akibat pengaruh dalam dan pengaruh luar. Pengaruh luar,yaitu pengaruh yang menyebabkan bertambahnya gaya geser dengan tanpa adanya perubahan kuat geser dari tanahnya. Contoh, akibat perbuatan manusia mempertajam kemiringan tebing atau memperdalam galian tanah dan erosi sungai. Pengaruh dalam, yaitu longsoran yang terjadi dengan tanpa perubahan kondisi luar atau gempa bumi. Contoh yang umum untuk kondisi ini adalah pengaruh bertambahnya tekanan air pori di dalam lerengnya.

Ide untuk membagi massa di atas bidang runtuh ke dalam sejumlah irisan telah digunakan sejak awal abad 20. Pada tahun 1916, Peterson melakukan analisis kestabilan lereng pada beberapa dinding dermaga di Gothenberg, Swedia, dimana bidang runtuh dianggap berbentuk sebuah busur lingkaran dan kemudian massa di atas bidang runtuh dibagi ke dalam sejumlah irisan vertikal.

Dua puluh tahun kemudian, Fellenius (1936) memperkenalkan metode irisan biasa. Setelah itu muncul beberapa metode irisan lainnya, antara lain yang dikembangkan oleh: Janbu (1954, 1957); Bishop (1955); Morgenstern dan Price (1965); Spencer (1967); Sarma (1973, 1979); Fredlund dan Krahn (1977), Fredlund, dkk (1981); Chen dan Morgenstern (1983); Zhu, Lee dan Jiang (2003).

Selain itu, jenis tanah merupakan parameter yang harus dipertimbangkan pula, berhubungan dengan sifat fisis dan mekanis tanah akibat pengaruh air.

B. DASAR TEORI

Semua metode irisan menyatakan kondisi kestabilan suatu lereng dinyatakan dalam suatu indeks yang disebut faktor keamanan (F), yang didefinisikan sebagai berikut:


Faktor keamanan diasumsikan mempunyai nilai yang sama untuk setiap irisan.

Kekuatan geser material yang tersedia untuk menahan material sehingga lereng tidak longsor dinyatakan dalam kriteria keruntuhan Mohr-Coulomb sebagai berikut:

W = Berat total irisan.

N = Gaya normal total pada dasar irisan.

S = Gaya geser pada dasar irisan yang diperlukan agar irisan berada dalam kondisi tepat setimbang.

E = Gaya antar-irisan horisontal; tik bawah L dan R menunjukkan masing-masing untuk sebelah kiri dan kanan dari irisan.

X = Gaya antar-irisan vertikal; tikbawah L dan R menunjukkan masing-masing untuk sebelah kiri dan kanan dari irisan.

kW = Gaya seismik horisontal yang bekerja pada pusat massa irisan, dimana k adalah koefisien seismik.

R = Radius lingkaran untuk bidang runtuh busur lingkaran; atau lengan momen dari gaya geser sm terdapat pusat momen untuk bidang runtuh yang bukan busur lingkaran.

f = Jarak tegak lurus dari gaya normal N terhadap pusat momen.

x = Jarak horisontal dari pusat massa irisan terhadap pusat momen.

e = Jarak vertikal dari pusat massa irisan terhadap pusat momen.

h = Tinggi rata-rata irisan

b = Lebar irisan

b = Panjang dasar irisan [b = b sec a]

a = Jarak vertikal dari gaya hidrostatik terhadap pusat momen.

A = Gaya hidrostatik pada retakan tarik

a = Sudut kemiringan dari garis singgung pada titik di tengah dasar irisan terhadap bidang horisontal. Sudut kemiringan bernilai positif apabila searah dengan kemiringan lereng, dan bernilai negatif apabila berlawanan arah dengan kemiringan lereng.

Berdasarkan kondisi kesetimbangan yang dapat dipenuhi, metode irisan dapat dikelompokkan menjadi dua kategori.

1. Metode yang tidak memenuhi semua kondisi kesetimbangan gaya dan momen, antara lain yaitu metode irisan biasa, metode Bishop yang disederhanakan, metode Janbu yang disederhanakan, dan metode Corps of Engineer.

2. Metode yang memenuhi semua kondisi kesetimbangan gaya dan momen, antara lain yaitu Metode Spencer, Metode Morgenstern-Price dan Metode Kesetimbangan Batas Umum.

Analisis stabilitas lereng adalah untuk menentukan faktor aman dari bidang longsor yang potensial. Dalam analisis stabilitas lereng, beberapa anggapan telah dibuat, yaitu:

1) Kelongosoran lereng terjadi di sepanjang permukaan bidang longsor tertentu dan dapat dianggap sebagai masalah bidang 2 dimensi

2) Massa tanah yang longsor dianggap berupa benda yang masif

3) Tahanan geser dari massa tanah pada setiap titik sepanjang bidang longsor tidak tergantung dari orientasi permukaan longsoran, atau dengan kata lain kuat geser tanah dianggap isotropis

4) Faktor aman didefenisikan dengan memperhatikan tegangan geser rata-rata sepanjang bidang longsor yang potensial dan kuat geser tanah rata-rata sepanjang permukaan longsoran.Jadi kuat geser tanah mungkin terlampaui dui titik-titik tertentu pada bidang longsornya, padahal faktor aman hasil hitungan lebih besar 1. Lereng dianggap stabil jika faktor amannya memenuhi syarat yang ditentukan, yaitu:

v F≥ 1.5 berarti tanpa gempa

v F≥ 1.2 berarti ada gempa


Faktor aman didefenisikan sebagai nilai banding antara gaya yang menahan dan gaya yang menggerakkan.


Bahan ini masih banyak kekurangannya. Mudah2an bermanfaat buat kita semua.

Sumber:  http://arie-yona.blogspot.com/

KONFERENSI GEOTEKNIK INDONESIA IX DAN PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN XV 2011


Di usia 36 tahun Himpunan Ahli Teknik Tanah Indonesia (HATTI) telah melakukan 8 kali Konferensi Geoteknik. Dalam pergelaran Konferensi Geoteknik (KOGEI) ke IX pada tanggal 7 – 8 Desember 2011 ini, akan dilaksanakan juga Pertemuan Ilmiah Tahunan – XV HATTI dan juga Pameran Perusahaan Jasa Konstruksi.

Teknologi, bagaimanapun berkembang terus, tidak terkecuali dalam lapangan geoteknik. Penyelenggaraan sebuah kegiatan seperti pertemuan ilmiah merupakan jembatan yang ideal agar para anggota HATTI dapat mengikuti perkembangan kemajuan geoteknik hingga pada kondisi terakhir. Pada kegiatan yang mengambil tema ”Geotechnical Engineering and its Advance Developments from Theories to Practices” ini, pertukaran informasi antara peserta akan menambah pengetahuan peserta terhadap bidang-bidang geoteknik lain di luar lapangan pekerjaan yang biasa digeluti peserta tersebut. Dengan demikian para anggota HATTI maupun masyarakat yang tertarik dengan keprofesian geoteknik akan mendapat manfaat yang sangat besar bila mengikuti kegiatan konferensi dan pertemuan ilmiah ini.

Topik Utama dalam KOGEI – IX / PIT-XV 2011 diatas akan diangkat juga topik-topik pendukung antara lain :

1. Fondasi bangunan dan permasalahannya

2. Konstruksi galian: basement dan terowongan

3. Unsaturated soil mechanics

4. Sedimentary and residual soils

5. Konstruksi fondasi pada tanah lunak, marina dan lepas pantai

6. Geo-environmental Engineering

7. Instrumentasi dan perkembangan terbaru

8. Penurunan tanah dan instrusi air laut

9. Pengaruh gempa dan getaran pada konstruksi dan lingkungan

10. Metode perbaikan dan perkuatan tanah

11. Stabilitas lereng dan kelongsoran tanah

12. Aspek hukum dan asuransi dalam bidang Jasa Konstruksi

PENULISAN MAKALAH
Panitia mengundang Anggota HATTI, Pakar, Peneliti, Dosen, Pemerhati Geoteknik dll untuk mengirimkan makalah terbaru dalam bahasa Indonesia atau Inggris, dengan ketentuan satu penulis dapat mengajukan maksimum 2 buah makalah. Panitia berhak menolak makalah yang diberikan setelah lewat batas waktu atau naskah tidak sesuai dengan tema. Panitia hanya menerima Judul Makalah berikut Abstrak yang dikirim melalui email : simatukm@yahoo.com dan cc ke : sekretariat@hatti.or.id selamat-lambatnya 30 September 2011. Template Format Penulisan dan batas waktu Judul, Abstrak dan Makalah lengkap, Pendaftaran Peserta, Biaya Peserta dll dapat dilihat dalam call for papers.pdf.
MANFAAT KHUSUS PEMEGANG SKA GEOTEKNIK
Sertifikat peserta KOGEI – IX / PIT-XV 2011 memiliki kredit point yang dapat dipakai sebagai salah satu syarat untuk memperpanjang sertifikat Ahli Geoteknik Muda, Madya atau Utama.
PAMERAN PERUSAHAAN
Seperti penyelenggaraan Pertemuan Ilmiah Tahunan sebelumnya, pada KOGEI – IX / PIT – XV 2011 ini Panitia juga menyediakan area bagi para relasi / perusahaan terkait jasa konstruksi untuk mengadakan pameran perusahaan yang kami satukan dengan area rehat kopi. Sehingga pada saat menikmati rehat kopi peserta seminar dapat menemukan produk yang diinginkan atau yang sesuai dengan bidang pekerjaannya.
SEKRETARIAT PANITIA KOGEI / PIT HATTI 2011
Sekretariat Panitia / HATTI PUSAT :
Basement Aldevco Octagon Jl. Warung Jati Barat Raya No. 75 – Jakarta 12740
Telp. : 021 – 7981966, 0811-8001250 Fax. : 021 – 7974795

Penentuan daya dukung pondasi dari hasil sondir (CPT)

Daya dukung pondasi dapat ditentukan dari hasil perhitungan sondir,lihat pembahasan tentang sondir dalam blog ini, dan tujuan perhitungan daya dukung ini dipergunakan untuk menentukan klas tanah (Soil Class) dan juga menentukan tipe pondasi yang akan didesain. Ada dua tipe pondasi yang biasa didesain yaitu tipe pondasi dangkal (shallow foundation) ataupun pondasi dalam (deep foundation).

Pondasi dangkal yang sering digunakan pada proyek TL di Indonesia , antara lain :
Pondasi Telapak (yaitu tipe Pad & Chimney), istilah dalam teknik sipil biasa disebut dengan spread foundation (pondasi telapak menyebar) yang berbentuk bujur sangkar pada dasar pondasi;
Pondasi Raft atau Mat Foundation, atau dikenal dengan nama pondasi gabungan pada keempat kaki tower;
Pondasi Enlarged Pad and Chimney yaitu pondasi dengan tipe pad yan diperbesar (enlarged) dan seringkali digunakan untuk menggantikan tipe pondasi raft;dan ada
Pondasi sumuran (drilled shaft) yang umum dilaksanakan dimana pada kedalaman yang cukup dangkal terdapat lapisan batuan lunak (soft rock) yang cukup tebal, kadangkala berbentuk blok yang dipasang miring mengikuti stub tower;
Pondasi angkur (anchorage type), dimana kaki menara (tower leg atau stub) dianggap sebagai angkur dan ditancapkan kedalam lapisan batuan keras/batuan yang masif /solid (hard rock) dan dilapisi mortar (grouting) pada semua sisi yang terpendam kedalam tanah.

Pondasi dalam yang sering dipakai pula adalah pondasi pancang, apakah bored pile (pancang bor) atau tiang pancang(driven pile), driven pile bisa terdiri dari besi H (steel profile H-beam) ataupun pre-cast prestressed concrete pile, dengan penampang pile berbentuk bulat, bujur sangkar atau segitiga sama sisi.

Kedalaman pondasi dangkal ditentukan berdasarkan panjang stub tower yang masuk kedalam tanah, umumya berkisar 3,5 m sampai dengan 4 meter. Kedalaman ini disebut dengan design depth (kedalaman rancangan). Untuk jenis tertentu untuk pondasi raft(mat) kedalaman bisa hanya sampai 2- 2,5 m saja, karena tanah dipermukaan yang relatif lunak ketika digali.

Kedalaman pondasi dalam biasanya lebih dari 7 m. Kedalaman pemancangan ditentukan berdasarkan letak kedalam lapisan yang memiliki daya dukung yang cukup atau sampai mencapai lapisan tanah keras. Kadang kedalamannya sampai dengan 25 meter untuk bored pile, efektifnya kira-kira 18m, dan lebih dari 25 m untuk tiang pancang

Untuk penentuan daya dukung bagi pondasi dangkal adalah dengan mengambil langsung (directly) nilai daya dukung ujung konus, qc (cone point resistance), walupun diijinkan secara tidaklangsung (indirectly) yaitu dengan pengambilan nilai CPT untuk dikonversikan ke dalam metode SPT (standard Penetration Test). Dalam penentuan daya dukung dari hasil uji CPT (cone penetration test) kita dapat mengambil dari berbagai referensi. Ada banyak buku yang menjelaskan bagaimana menghitung daya dukung tanah untuk pondasi, antara lain buku dari Pak Bowles (alm), yang sampai saat ini terakhir adalah edisi ke-5, dan tiap-tiap edisi ada perubahan baik penambahan ataupun penghapusan dari rangkuman berbagai teori dari para dedengkot yg mendalami “kasus” penyondiran, namun buku Bowles ini masih dianggap sebagai “buku sakti” pegangan para mahasiswa teknik sipil. Buku lainnya sekelas dengan Joseph Bowles ini adalah buku Donald P. Coduto dan Braja M. Das, yang juga merangkum hasil penelitian beberapa ahli, ahli tersebut adalah seperti Terzaghi (Father of Soil Mechanic), Meyerhoff, Schmertmann, Begemann, Hansen, Vesic dll. Ahli mana yang benar, wallahu alam, jangan nanya saya. Selagi ada yang namanya Safety Factor (angka faktor keamanan) yg disarankan oleh ahli-ahli tanah ini, mudah-mudahan para engineer untuk desain pondasi paling tidak bisa “tidur nyenyak” tanpa kekhawatiran berlebihan terhadap hasil penentuan daya dukung tanah dan hasil rancangannya.

Dari Meyerhoff (1956, 1965) mengusulkan untuk menentukan estimasi bearing capacity (daya dukung) izin tanah dengan asumsi penurunan (setlement) pondasi sebesar 25mm, tanpa memperhatikan faktor lebar bawah pondasi telapak adalah :

qa = qc / 30, satuan qc dalam kPa atau kg/cm²

angka 30 dianggap sangat konservatif (aman), dan bisa dipakai nila berkisar 10 – 60 tergantung dari pengalaman lokal (local experience). Oleh PLN diijinkan untuk mengambil angka kisaran 20-40.

Dari Schmertmann (1978) dan Awkati, mengusulkan untuk pondasi telapak berbentuk bujur sangkar, dengan Kedalaman pondasi (D)/lebar pondasi (B) <= 1.5, dan qc adalah nilai rata-rata nilai q pada kedalaman B/2 diatas design depth dan 1.1B dibawah design depth, maka daya dukung ultimate :

pada tanah granular (berbutir/sand)) : qu = 48 – 0.009(300-qc)^1.5 (catatan. notasi ^ adalah operasi pangkat, kalau ditulis misalnya 2^3 = 2 x 2 x 2)

pada tanah lempung (clay):qu = 5 + 0.34.qc (disini bila qc = 0, tanah masih punya daya dukungnya)

untuk selanjutnya , dalam mencari qa (daya dukung izin atau gross allowable bearing capacity), maka nilai qu harus dibagi dengan safety factor (SF) yang nilainya biasa diambil 3.

qa = qu/SF = qu/3

Dalam penentuan qc ada beberapa metode, seperti dengan mengambil langsung dari qc sondir pada kedalam rencana dasar pondasi, misalnya direncanakan kedalama pondasin 4 meter, maka langsung diambil qc hasil pada kedalaman 4m, dan ada yang mengambil secara rata-rata qc (atau qc average), dengan jarak beberapa meter diatas design depth dan dan beberapa meter dibawah design depth, jarak ini bervariasi, tergantung keyakinan engineer dan disetujui oleh klien(owner) ataupun konsultan.

Untuk penentuan daya dukung tanah (berang capacity atau bearing pressure), disarankan untuk banyak membaca berbagai referensi, dan mengambil referensi yang tentu saja memuaskan dari sisi ekonomis dan waktu dan dapat meyakinkan klien, karena penetuan daya dukung CPT ini masih dianggap semacam “ilmu hitam”, tidak mnegherankan kalau saja di Amerika masih jarang memakai data hasil CPT dan lebih cenderung menggunakan data SPT, namun penggunaan untuk konstruksi2 tertentu masih diijinkan disana seiring dengan berkembangnya metode ini.

Dari grafik sondir bila terdapat suatu lapisan pada kedalaman tertentu yang daya dukungnya membesar tiba-tiba/ekstrim (ataupun menurun), biasanya diabaikan dalam mengambil nilai qc pada kedalam tersebut, dan dianggap bahwa hanya terdapat lapisan tipis saja yang mempunyai daya dukung dengan nilai istimewa tersebut. Maka nilai qc mengikuti nilai qc yang cenderung mirip dengan lapisan diatas dan dibawahnya, misalnya qc (kg/cm²) pada 2,2 m = 30, kemudian 2,4 m = 90, dan 2,6 m = 40, maka dianggap qc pada 2,4 m dianggap rata2 qc pada 2,2, dan 2,6 m saja yaitu (30+40)/2 = 35.

Bila dari hasil grafik sondir, dimana lapisan tanah “keras” atau tanah yang mempunyai lapisan pendukung cukup besar terletak pada kedalaman lebih dari design depth untuk pondasi dangkal (lebih dari 4 m) dan katakanlah lebih dari 10 m, maka perhitungan daya dukung pondasi menggunakan perhitungan daya dukung pondasi dalam (pile foundation). Pile yang dipergunakan adalah tiang pancang dengan permukaan berbentuk lingkaran baik driven ataupun tipe bored. Kedalaman pemancangan diambil pada kedalaman yang cukup sampai ujung tiang berada kira-kira 1 D dibawah lapisan tanah keras, hal ini dianggap pancang mengandalkan tahanan ujung (end bearing capacity), jika lapisan tanah keras sangat dalam sekali sehingga ujung tiang tidak mencapai lapisan tanah keras yang memadai, maka pancang bekerja berdasarkan tahanan geser (side friction), namun pada prakteknya seringkali kedua tahanan tersebut itu digabungkan untuk mencari daya dukung pondasi dalam.

Formulasi yang banyak dipakai dalam penentuan daya dukung pancang tunggal (single) adalah :

qa = qc.Ap/SF1 + JHP. Φ/SF2, dimana :

qc = nilai konus, qc rata-rata yang diambil berdasarkan saran ahli tanah, antara lain (pilih salah satu)
Mayerhoff: nilai qc diantar rentang 4D diatas sampai 4D dibawah dari ujung tiang, dan D adalah diameter tiang pancang;
Van der Vee : nilai qc diantara rentang 3.75 D diatas sampai dengan D dibawah ujung tiang.

Ap = luas penampang tiang = 1/4 π D²
JHP = Jumlah Hambatan Pelekat
Φ = keliling tiang = π D
SF1 = angka kemananan daya dukung ujung tiang, nilai yang disarankan adalah 3; dan
SF2 = angka keamanan daya dukung geser tiang, nilai yang disarankan adalah 5

Walaupun dalam konstruksi kenyataannya bahwa pancang selalu dalam keadaan berkelompok (pile group/kelompok tiang), namun perhitungan daya dukung yang diperlukan adalah daya dukung pancang yang berdiri sendiri/tunggal (single).


sumber: http://untungsuprayitno.wordpress.com/

Standart Pondasi Batu kali untuk rumah tinggal

Pondasi bangunan adalah bagian dari bangunan yang berfungsi menerima beban bangunan untuk di teruskan ke tanah dasar, jenis pondasi ada beberapa macam tergantung dari kondisi tanah dan jenis bangunan yang ada.


Disini akan dibahas mengenai jenis pondasi berupa Pondasi pasangan batu kali, pondasi ini biasa digunakan untuk bangunan 1 lantai dengan konstruksi standart ( jenis beban yaitu : dinding s/d atap genteng dengan kondisi tanah bagus ).


Komposisi pasangan :
  • Urugan pasir , setebal 10 cm pada bagian bawah
  • Pasangan aanstamping / batu kosong setebal 20 cm diatas urugan pasir
  • Pasangan batu kali bentuk trapesium dengan campuran batu kali/gunung + pasir + semen PC dan kapur, biasanya dipakai komposisi 1PC  : 3KPR  : 10 PSR dengan ketinggian 1 m s/d 1,5 m ( bisa lebih tergantung kontur tanah )
  • Llebar atas miniman 30 cm, lebar bawah tergantung ketinggian ( makin tinggi makin lebar )
Tahapan dalam pelaksanaan :


PEKERJAAN TANAH
  1. Pembongkaran dan Pembersihan
  2. Pembersihan lapangan pekerjaan dilakukan dengan membuang rumput/tanah, sampah atau bahan lainnya yang mengganggu, menebang pohon-pohon dan mencabut akarnya serta membuang keluar lokasi.
  3. Galian tanah untuk pondasi disesuai dengan ukuran dalam gambar atau sampai tanah keras. Apabila diperlukan untuk memadatkan daya dukung yang baik, dasar galian harus dipadatkan / ditumbuk.
  4. Jika galian melebihi batas kedalaman harus menimbun kembali dan dipadatkan sampai kepadatan maksimum.
  5. Hasil galian yang dipakai untuk penimbunan harus diangkat langsung ketempat yang direncanakan . Sedangkan hasil galian yang tidak dapat dipakai untuk penimbunan harus disingkirkan.
  6. Harga satuan pekerjaan harus sudah mencakup semua biaya pekerjaan-pekerjaan, pembersihan, sewa alat, penimbunan dan pembuangan hasil galian.


PEKERJAAN PONDASI


  1. Pondasi bangunan yang digunakan adalah  pondasi batu kali / batu gunung yang memenuhi persyaratan teknis atau sesuai  keadaan dilapangan .
  2. Pasangan pondasi adalah dari batu kali, ukuran pondasi sesuai dengan gambar rencana pondasi atau pondasi batu belah dengan perekat 1pc : 3kp :  10 ps dan kemudian diplester kasar , bagian  bawah  pondasi dipasang batu kosong (aanstamping) tebal 20 cm dengan sela- selanya disisi  pasir urug, disiram air sampai Penuh dan ditumbuk hingga padat dan rata.
  3. Celah–celah yang besar antara batu diisi dengan batu kecil yang cocok padatnya.
  4. Pasangan pondasi batu kali tidak saling bersentuhan  dan selalu  ada perekat diantaranya hinga rapat.
  5. Pada pasangan batu kali sudah harus disiapkan anker besi untuk kolom, kedalaman anker 30 cm harus dicor dan panjang besi yang muncul diatasnya minimal 75 cm.
Standart Pondasi Batu kali untuk rumah tinggal


Pondasi batu kali dengan tambahan Dolken kayu / terucuk bambu
klik pada image untuk memperbesar


Standart Pondasi Batu kali untuk rumah tinggal


Standart Pondasi Batu kali untuk rumah tinggal
Pondasi batu kali biasa

Sumber: http://kibagus-homedesign.blogspot.com/2010/04/standart-pondasi-batu-kali-untuk-rumah.html
Geoteknik : Analisis resiko Gempa

Geoteknik : Analisis resiko Gempa

Analisis resiko Gempa

Ø Diketahui suatu lokasi tertentu (point of interest).

Ø Diamati data kejadian gempabumi yang pernah ada di lokasi tersebut misalkan 1907 s/d 2007 = 100 tahun.

Ø Diketahui epicenter suatu, jarak ke lokasi point of interest dan magnitude gempa.

Ø Dengan menggunakan fungsi atenuasi maka maka diketahui besar percepatan maksimum yang terjadi pada point of interest untuk setiap kejadian gempa yang
terjadi

Ø Dapat dihitung besar percepatan maksimum yang terjadi pada point of interest jika diketahui periode ulang yang kita inginkan (rencanakan).



Model Matematika Probabilitas resiko gempa

· Teorema probabilitas total yang digunakan untuk memecahkan masalah analisa resiko gempa telah banyak dikembangkan dan diusulkan oleh para
peneliti, antara lain Cornell (1968) dan McGuire (1976).

· Ada dua Model untuk analisa resiko gempa yaitu berdasarkan : Distribusi Gumbel dan Model USGS (McGuire, 1976)

Model Gumbel (Point Sources),
nilai ekstrim

· Dalam melakukan analisis resiko gempa, dapat juga menggunakan teorema probabilitas total yang berkaitan dengan nilai ekstrim.

· Metoda statistik ini disebut Jenis I atau lebih dikenal dengan Distribusi Gumbel.

· Dengan distribusi tersebut, dapat ditentukan peak ground acceleration (PGA) untuk berbagai perioda ulang.

· Pengaruh dari setiap kejadian gempa pada titik yang ditinjau ditentukan daiam bentuk percepatan dengan menggunakan fungsi-fungsi atenuasi,
dengan asumsi masing-masing kejadian gempa independen terhadap titik tersebut.

· Setiap kejadian gempa akan mempengaruhi besar intensitas yang terjadi pada titik yang akan ditinjau

Distribusi gempa menurut Gumbel :

G(M) = e(-a exp (-bM)) ; M ³ 0

dimana :

a = jumlah gempa rata-rata per tahun

b = parameter yang menyatakan hubungan antara distribusi gempa dengan magnitude



M = Magnitude gempa



Bentuk Persamaan Distribusi gempa menurut Gumbel dapat disederhanakan menjadi persamaan garis lurus sebagai berikut :


Selengkapnya Download Disini

Soal-Soal Rekayasa Bangunan Tahan Gempa

http://sci-geoteknik.blogspot.com/



Soal :

A. Untuk mencari besarnya percepatan maksimum di batuan dasar untuk suatu kota, maka dilakukan probabilistic seismic hazard analysis
(analisa resiko gempa) berdasarkan data pencatatan kejadian gempa di kota tersebut (Data pencatatan gempa diberikan). Kriteria pencatatan beban gempa
yang diberikan adalah :




  1. Untuk umur bangunan 10 tahun, resiko terlampaui (Rn = Probability of exceedence) adalah 40,13 %.

  2. Untuk umur bangunan 30 tahun, resiko terlampaui adalah 45,45 %.

  3. Untuk umur bangunan 50 tahun, resiko terlampaui adalah 39,50 %.

  4. Untuk umur bangunan 100 tahun, resiko terlampaui adalah 39,42 %.


Dengan menggunakan metode Gumbel (point of source) hitung percepatan gempa maksimum di batuan dasar untuk periode ulang yang sesuai dengan
masing-masing kriteria diatas untuk :




  1. Kota Brastagi = (3,17730 LS dan 98,20230 BT)

  2. Kotan Besitang = (4,2230 LS dan 98,38750 BT)

  3. Kota Manduamas = (2,2510 LS dan 98,3500 BT)

  4. Kota Siborong-borong = (2,4330 LS dan 98,7890 BT)

  5. Kota Sibolga = (1,8210 LS dan 98,88800 BT)

  6. Kota Barumum = (1,5750 LS dan 99,7800 BT)

  7. Kota Medan= (3,4510 LS dan 98,6310 BT)

  8. Kota A = (2,5480 LS dan 98,7610BT)

  9. Kota B = (2,77730 LS dan 98,40230 BT)

  10. Kota C = (4,0230 LS dan 98,38750 BT)

  11. Kota D = (2,010 LS dan 98,1100 BT)

  12. Kota E= (2,2330 LS dan 98,6890 BT)

  13. Kota F = (1,9750 LS dan 99,0800 BT)

  14. Kota G= (3,8510 LS dan 98,2310 BT)


*) Diasumsikan 10 = 99 Km

*) Gunakan data kejadian gempa dalam radius 300 Km dari kota yang dianalisis



Fungsi atenuase yang digunakan dalam analisa resiko gempa ini adalah Joyner & Boore (1988) dan Crouse (1991). Rumusan untuk Joyner & Boore
(1988) sebagai berikut :




dimana :



a = percepatan, dinyatakan dalam g

Mw = Momen magnitude gempa (diasumsikan Mw = M)

ro = jarak terdekat dari lokasi ke proyeksi vertikal dari gempa akibat aktivitas pada

permukaan tanah, Km



Rumusan untuk Crouse (1991) adalah sebagai berikut :





Dimana :

PGA = Peak Ground Acceleration, dalam gal

R = Jarak Hiposenter (Km),


M = Momen magnitude gempa = Magnetude Gempa

h = kedalaman focus (Km)



B. Dengan menggunakan metode USGS, hitunglah :



1. a, b parameter (Guttenberg–Richter).

2. Besar percepatan yang terjadi di batuan dasar dengan menggunakan program EQRISK (data berdasarkan soal No. A)





http://sci-geoteknik.blogspot.com/



Soal :

B. Untuk mencari besarnya percepatan maksimum di batuan dasar untuk suatu kota, maka dilakukan probabilistic seismic hazard analysis
(analisa resiko gempa) berdasarkan data pencatatan kejadian gempa di kota tersebut (Data pencatatan gempa diberikan). Kriteria pencatatan beban gempa
yang diberikan adalah :




  1. Untuk umur bangunan 10 tahun, resiko terlampaui (Rn = Probability of exceedence) adalah 40,13 %.

  2. Untuk umur bangunan 30 tahun, resiko terlampaui adalah 45,45 %.

  3. Untuk umur bangunan 50 tahun, resiko terlampaui adalah 39,50 %.

  4. Untuk umur bangunan 100 tahun, resiko terlampaui adalah 39,42 %.


Dengan menggunakan metode Gumbel (point of source) hitung percepatan gempa maksimum di batuan dasar untuk periode ulang yang sesuai dengan
masing-masing kriteria diatas untuk :




  1. Kota Brastagi = (3,17730 LS dan 98,20230 BT)

  2. Kotan Besitang = (4,2230 LS dan 98,38750 BT)

  3. Kota Manduamas = (2,2510 LS dan 98,3500 BT)

  4. Kota Siborong-borong = (2,4330 LS dan 98,7890 BT)

  5. Kota Sibolga = (1,8210 LS dan 98,88800 BT)

  6. Kota Barumum = (1,5750 LS dan 99,7800 BT)

  7. Kota Medan= (3,4510 LS dan 98,6310 BT)

  8. Kota A = (2,5480 LS dan 98,7610BT)

  9. Kota B = (2,77730 LS dan 98,40230 BT)

  10. Kota C = (4,0230 LS dan 98,38750 BT)

  11. Kota D = (2,010 LS dan 98,1100 BT)

  12. Kota E= (2,2330 LS dan 98,6890 BT)

  13. Kota F = (1,9750 LS dan 99,0800 BT)

  14. Kota G= (3,8510 LS dan 98,2310 BT)


*) Diasumsikan 10 = 99 Km

*) Gunakan data kejadian gempa dalam radius 300 Km dari kota yang dianalisis



Fungsi atenuase yang digunakan dalam analisa resiko gempa ini adalah Joyner & Boore (1988) dan Crouse (1991). Rumusan untuk Joyner & Boore
(1988) sebagai berikut :




dimana :



a = percepatan, dinyatakan dalam g

Mw = Momen magnitude gempa (diasumsikan Mw = M)

ro = jarak terdekat dari lokasi ke proyeksi vertikal dari gempa akibat aktivitas pada

permukaan tanah, Km



Rumusan untuk Crouse (1991) adalah sebagai berikut :





Dengan PGA = Peak Ground Acceleration, dalam gal

R = Jarak Hiposenter (Km)

M = momen magnitude = Magnetude

h = kedalaman focus (Km)



B. Dengan menggunakan metode USGS, hitunglah :



1. a, b parameter (Guttenberg–Richter).

2. Besar percepatan yang terjadi di batuan dasar dengan menggunakan program EQRISK (data berdasarkan soal No. A)




a. Berdasarkan data boring log dan summary hasil test laboraturium (terlampir) tentukan maximum shear (Gmax) untuk
masing-masing lapisan. Diasumsikan tanah terkonsolidasi secara normal



D. Dengan menggunakan program SHAKE 91 tentukan :


    1. percepatan maksimum gempa di permukaan tanah

    2. Respon spectra percepatan di permukaan tanah

    3. Perubahan besar percepatan dari batuan dasar ke permukaan tanah

    4. Faktor amplifikasi yang terjadi


untuk periode ulang 200 tahun berdasarkan data tanah tersebut. Gunakan atenuase Joyner & Boore (1988) dan Crouse (1991) serta dengan menggunakan :



- Input gempa Elcentro *)

- Input gempa Pasedana *)



Karakteristik asli dari masing-masing pencatatan gempa tersebut sebagai berikut :



Gempa T(detik) t (detik)

Pasadena 0,65 0,01

Elcentro 0,175 0,01



*) Data input gempa diberikan



E. Berikan tanggapan dan kesimpulan dari hasil analisis yang saudara kerjakan






http://sci-geoteknik.blogspot.com/



Soal :

a. Untuk mencari besarnya percepatan maksimum di batuan dasar untuk suatu kota, maka dilakukan probabilistic seismic hazard analysis
(analisa resiko gempa) berdasarkan data pencatatan kejadian gempa di kota tersebut (Data pencatatan gempa diberikan). Kriteria pencatatan beban gempa
yang diberikan adalah :



1. Untuk umur bangunan 10 tahun, resiko terlampaui (Rn = Probability of exceedence) adalah 18,00 %.

2. Untuk umur bangunan 30 tahun, resiko terlampaui adalah 26,00 %.

3. Untuk umur bangunan 50 tahun, resiko terlampaui adalah 22,00 %.

4. Untuk umur bangunan 100 tahun, resiko terlampaui adalah 18,00 %.



Dengan menggunakan metode Gumbel (point of source) hitung percepatan gempa maksimum di batuan dasar untuk periode ulang yang sesuai dengan
masing-masing kriteria diatas untuk :




  1. Kota Medan= (3,4510 LS dan 98,6310 BT)

  2. Kota Brastagi = (3,17730 LS dan 98,20230 BT)

  3. Kotan Besitang = (4,2230 LS dan 98,38750 BT)

  4. Kota Manduamas = (2,2510 LS dan 98,3500 BT)

  5. Kota Siborong-borong = (2,4330 LS dan 98,7890 BT)


*) Diasumsikan 10 = 99 Km

*) Gunakan data kejadian gempa dalam radius 300 Km dari kota yang dianalisis



Fungsi atenuase yang digunakan dalam analisa resiko gempa ini adalah Joyner & Boore (1988) dan Crouse (1991). Rumusan untuk Joyner & Boore
(1988) sebagai berikut :




dimana :



a = percepatan, dinyatakan dalam g

Mw = Momen magnitude gempa (diasumsikan Mw = M)

ro = jarak terdekat dari lokasi ke proyeksi vertikal dari gempa akibat aktivitas pada

permukaan tanah, Km







Rumusan untuk Crouse (1991) adalah sebagai berikut :





Dimana :

PGA = Peak Ground Acceleration, dalam gal

R = Jarak Hiposenter (Km),


M = Momen magnitude gempa = Magnetude Gempa

h = kedalaman focus (Km)



b. Berdasarkan data boring log dan summary hasil test laboraturium (terlampir) tentukan maximum shear (Gmax) dan shear wave Velocity (Vs) untuk masing-masing lapisan. Diasumsikan tanah terkonsolidasi secara normal



c. Dengan menggunakan program PRO- SHAKE tentukan :

1. Respon spectra percepatan gempa di batuan dasar

2. Respon spectra percepatan gempa di Lapisan tanah No. 5

3. Respon spectra percepatan gempa di permukaan tanah

4. percepatan maksimum gempa di Batuan Dasar

5. percepatan maksimum gempa di Lapisan Tanah No. 5

6. percepatan maksimum gempa di permukaan tanah

7. Perambatan besar percepatan dari batuan dasar ke permukaan tanah

8. Berikan tanggapan dan kesimpulan dari hasil analisis yang saudara kerjakan



untuk periode ulang 250 tahun berdasarkan data tanah tersebut. Gunakan atenuase Joyner & Boore (1988) dan Crouse (1991) serta dengan menggunakan :



- Input gempa Treasure Island, Santa Cruz MTNS (Loma Prieta Eq) *)

- Input gempa Elcentro *)



Karakteristik asli dari masing-masing pencatatan gempa tersebut sebagai berikut :



Gempa T(detik) time step (detik)

Treasure Island,

Santa Cruz MTNS (Loma Prieta Eq) 0,65 0,02

Elcentro 0,56 0,02







*) Data input gempa diberikan pada Program ProShake




Boring Log
Data Boring log merupakan hasil interpretasi Lapangan dan Penyelidikan Laboraturium Mekanika Tanah USU


Muka Tanah




Keterangan :


  1. Asumsikan sendiri parameter jika ada data yang kurang

  2. Jika parameter diatas dikerjakan secara tabelaris, harap dicantumkan dalam laporan.

























PRECEDENCE DIAGRAM METHOD : Ekonomi Teknik

PRECEDENCE DIAGRAM METHOD


PENDAHULUAN



Kegiatan dalam Precedence Diagram Method (PDM) digambarkan oleh sebuah lambang segi empat karena kegiatan ada di bagian Node atau sering juga
disebut sebagai activity on node. (AON). Kelebihan precedence diagram Method dibandingkan dengan arrow diagram Method ysitu :


  • PDM tidak memerlukan Kegiatan Fiktif/ dummy sehingga pembuatan jaringan akan lebih sederhana

  • HUbungan overlapping yang berbeda dapat dibuat tanpa menambahkan jumlah kegiatan.


Pembuatan lambang dalam PDM ditunjukkan dalm gambar berikut.










































atau




Gambar 1. Lambang Kegiatan


Hubungan antar kegiatan dalam metoda iniditunjukkaqn oleh sebuah garis penghubung yang dapat dimulai dari kegiatan kiri kekanan atau dari atas
kebawah. Akan tetapi tidak dijumpai akhir garis penghubung ini dikiri oleh sebuah kegiatan. Awal dan akhir kegiatan ini merupakan kegiatan fiktiv
yang dinamakan dengan START untuk kegiatan awal dan FINISH untuk kegiatan akhir.































Gambar 2 Kegiatan fiktif


JALUR KRITIS

Untuk menentukan kegiatan yang bersifat kritis dilakukan perhitungan kedepan (forward analysis) untuk mendapatkan nilai earliest start
dan perhitungan kebelakang (backward analysis) untuk mendapatkan earliest finish. Besarnya nilai dari perhitungan tersebut adalah sebagai berikut :


  • ESj = ESi + SSij atau SSj = EFi + FSij

  • EFj = ESi + SFij atau EFj = EFi + FFij atau ESj + Dj





























Gambar 3 Hubungan antara kegiatan I dan J






Catatan :


  • Jika ada lebih besar dari satu anak panah yang masuk dalam satu kegiatan maka diambil nilai yang terbesar.

  • Jika tidak diketahui FSij atau SSij dan kegiatan nonsplitable maka ESj dihitung dengan cara sebagai berikut : ESj = EF – Dj


Perhitungan backward analysis untuk mendapatkan latest start (LS) dan latest finish (LF) sebagai kegiatan successor yaitu J dan yang dianalisis
dalam I. Besarnya nilai LS dan LF dihitung sebagai berikut :


  • LFi = LFj – LFij atau LFi = LSj – FSij
· LSi = LSi – Ssij atau LSj = LFj – SFij atau LFi – Di



Catatan :


  • Jika ada lebih dari satu anak panah yang keluar dari satu kegiatan maka yang diambil adalah nilai terkecil.

  • Jika tidak diketahui FFij atau FSij dan kegiatan nonsplitable maka FFj dihitung dengan cara sebagai berikut : LFj = LSi + Di




Jalur kritis ditandai oleh beberapa keadaan :


  1. ES = LS

  2. EF = LF

  3. LF – ES = durasi kegiatan


KEGIATAN SPLITABLE



Kegiatan Splitable yaitu kegiatan yang dapat ataupun harus dihentikan untuk sementara waktu da kemudian dilanjutkan kembali. Contohnya seperti
pengecoran balok, kolom, plat lantai.









FLOAT

Float yaitu waktu yang tersedia untuk penundaan suatu kegiatan ataupun memperlambat suatu kegiatan sengaja atau tidak sengaja tanpa menyebabkan
proyek terlambat penyelesaiannya.

Float dibedakan menjadi Total Float (TF)i = Minimum (LSj – EFi)

Dan Free Float (FF) = Minimum (ESj – EFi)



LAG

LAG yaitu garis ketergantungan antara kegiatan dalam suatu Network Planning. Perhitungan LAG dilakukan dengan cara :

· Melakukan perhitungan kedepan untuk mendapatkan nilai ES dan EF


  • Hitung besarnya LAG

  • Untuk LAG = 0 dibuat garis ganda

  • Hitung Free float (FF) dan Total Float (TF)

  • LAGij = ESj – EFi

  • Free Float = Minimum (LAGij)

  • Total Float = Minimum (LAGij + TFi)
HUBUNGAN OVERLAPPING

Hubungan kegiatan antara I dan J dibedakan menjadi :


  • Hubungan Finish to start (FTS)
Hubungan ini dibedakan menjadi tiga yaitu :

Finish to start lag =0
Dimana kegiatan berikut tidak dapat dimulai sebelum kegiatan sebelumnya selesai.


















Hubungan Finish to start lag positif
dimana kegiatan berikutnya tidak dapat dilakukan sebelum jumlah lag antara dua kegiatan tersebut.























Hubungan Finish to start lag negative

Dimana kegiatan berikutnya
dapat dimulai sejumlah lag sebelum kegiatan sebelumnya selesai





















  • Start to start (STS)
Jenis hubungan ini dibedakan menjadi 3

Start to start lag =0
dimana kegiatan berikutnya tidak dapat dimulai sebelumkegiatan sebelumnya dimulai.



























Start to start lag positif
dimana kegiatan berikutnya tidak dapat dimulai lebih cepat dimulai sebelum kegiatan berikutnya dimulai sejumlah lag.



Dan start to finis negative
dimana kegiatan berikutnya dapat dimulai sebelum kegiatan sebelumnya dimulai.











  • Finish to Finish (FTF)

  • Start to Finish (STF)


Diketahui hubungan ketergantungan kegiatan seperti dalam tabel :


No

pekerjaan

Kode

Durasi (HARI)

Tergantung

Nilai

( x Rp.1000)

1

Persiapan

A

19

-

2000

2

Pengukuran

B

33

-

3000

3

Bowplank

C

12

-

3500

4

Pekerjaan Pondasi

D

26

A

9000

5

Pekerjaan Kolom

E

26

A,B

12000

6

Pekerjaan balok

F

47

A,B,C

14000

7

Pekerjaan Pas bata

G

54

D

5000

8

Pekerjaan atap

H

12

E

6500

9

Pekerjaan pelsteran

I

19

F

4500

10

Pekerjaan Mechanical & Elektrical

J

12

G,E

8500

11

Pekerjaan lantai

K

12

H

6000

12

Finishing

L

54

H,I

5500


Penyelesaian :


Kegiatan awal dalam soal diatas memiliki tiga kegiatan, oleh karenanya ditambahkan kegiatan start dan Finish. Untuk Mendapatkan nilai ES dan
EF:





No

Kegiatan

ES

Durasi

EF

Keterangan

1

A

0

19

19



2

B

0

33

33



3

C

0

12

12



4

D

19

26

45



5

E

33

26

59



6

F

33

47

80



7

G

45

54

99



8

H

59

12

71



9

I

80

19

99



10

J

99

26

125



11

K

71

12

83



12

L

99

54

153



13

finish

153

-

153




Perhitungan kebelakang untuk mendapatkan nilai LS dan LF:




No

Kegiatan

LF

Durasi

LS

Keterangan

1

L

153

26

127



2

K

153

12

141



3

J

153

54

99



4

I

127

54

73



5

H

127

12

115



6

G

73

19

54



7

F

73

26

47



8

E

99

26

73



9

D

54

47

7



10

C

47

19

28



11

B

47

33

14



12

A

7

12

-5



13

START

0

-

0




Perhitungan Kegiatan Kritis:




KEGIATAN

ES

EF

LS

LF

D

LF - ES

STATUS

A

0

19

-5

7

19

7



B

0

33

14

47

33

47



C

0

12

28

47

12

47



D

19

45

7

54

26

26

KRITIS

E

33

59

73

99

26

66



F

33

80

47

73

47

40



G

45

99

54

73

54

28



H

59

71

115

127

12

63



I

80

99

73

127

19

47



J

99

125

99

153

26

54



K

71

83

141

153

12

82



L

99

153

127

153

19

54









































PECEDENCE DIAGRAM METHOD :





Pengertian Pondasi Secara umum




I. Pengertian Pondasi


Ada beberapa pengertian pondasi yaitu :

1. Pondasi adalah suatu bagian dari konstruksi bangunan yang berfungsi untuk menempatkan bangunan dan meneruskan beban yang disalurkan dari
struktur atas ke tanah dasar pondasi yang cukup kuat menahannya tanpa terjadinya differential settlement pada sistem strukturnya.

2. Pondasi adalah konstruksi pada bagian dasar struktur/bangunan (sub-structure) yang berfungsi meneruskan beban dari bagian atas
struktur/bangunan (upper-structure) ke lapisan tanah yang berada di bagian bawahnya tanpa mengakibatkan :

– Keruntuhan geser tanah

– Penurunan (settlement) tanah/pondasi yang berlebihan.

3. Pondasi adalah bagian dari elemen bangunan yang berfungsi meletakkan dan meneruskan beban ke dasar tanah yang kuat mengimbangi dan mendukung
(merespon) serta dapat menjamin kestabilan bangunan, paling tidak terhadap beratnya sendiri, beban yang bekerja dan beban gempa.









II. Contoh Bangunan Tanah dan Penerapannya

1. Structural :


  • Retaining wall
2.Non Struktural :


  • Tunnel

  • Conduit

  • Convern


III. Jenis- Jenis Pondasi

Pondasi dapat digolongkan menjadi tiga jenis:



  • Pondasi Dangkal

    (eng: Shallow Foundation, de: Flach- und Flächengründungen), di dalamnya terdiri dari:
- Pondasi Setempat (eng: Single Footing, de: Einzelfundament)


- Pondasi Menerus (eng: Continuous Footing, de: Streifenfundament)


- Pondasi Pelat (eng: Plate Foundation, de:Plattenfundament)


. Disebut Pondasi dangkal karena kedalaman masuknya ke tanah relatif dangkal, hanya beberapa meter masuknya ke dalam tanah. Salah satu tipe yang sering
digunakan ialah pondasi menerus yang biasa pada rumah-rumah,dibuat dari beton atau pasangan batu,meneruskan beban dari dinding dan kolom bangunan ke
tanah keras.


  • Pondasi Dalam
    (eng: Deep Foundation, de: Tiefgründungen). Digunakan untuk menyalurkan beban bangunan melewati lapisan tanah yang lemah di bagian atas ke lapisan
    bawah yang lebih keras. Contohnya antara lain Tiang Pancang, Tiang Bor, kaison, dan semacamnya. Penyebutannya dapat berbeda-beda tergantung
    disiplin ilmu atau pasarannya.contohnya: Pondasi Tiang Pancang (eng: Pile Foundation, de: Pfahlgründungen)


  • Kombinasi Pondasi Pelat dan Tiang Pancang

    (eng: Combination of Plate-Pile Foundation, de: Kombinierte Platten-Pfahlgründungen-KPP)
Klasifikasi pondasi dapat digolongkan menjadi :

1) Berdasarkan sistem gaya kerja

a. Spread Fondations

Beban yang ada disebarkan melalui telapak pondasi, dimana intensitas beban diteruskan ke tanah dan harus lebih kecil dari daya dukung tanah yang
diijinkan.

b. Pile Fondations

Beban dan bobot disalurkan dengan mekanisme pergeseran antara tanah dan pondasi, dan dukungan dari lapisan tanah keras pada kedalaman tertentu.

Pile dapat terbuat dari bahan kayu, besi/baja, beton atau kombinasi, tergantung dari berat beban yang dipikul.

c. Pier Fondations

Berupa konstruksi sumuran vertical yang mencapai tanah keras, dan bilamana bangunan terletak pada tanah yang berpasir dan letak tanah keras pada
lapisan yang dalam, maka tipe pondasi ini dapat perlu dipertimbangkan kembali, karena pondasi ini merupakan kolom pada sub struktur yang berfungsi
mendukung beban dari upper struktur dan melaluinya beban akan disalurkan ke tanah.

2) Berdasarkan jenis tapaknya

a. Wall Footing

Pondasi yang sederhana dan hanya digunakan untuk menahan beban yang ringan seperti trap lantai dan teras.

b. Isolated Footing

Pondasi dengan tapak setempat saja atau tidak menerus. Penyaluran gaya secara terpusat/setempat.

c. Continuous Footing

Pondasi dengan tapak menerus dimana beban disebarkan secara merata ke tanah disepanjang tapak pondasi. Pondasi ini berupa:

v Pondasi batu kali (pondasi menerus dengan bahan batu kali).

v Pondasi tapak beton (berbahan beton memiliki luas dasar telapak yang kontiniu, sama dan menerus)

v Pondasi beton tumbuk (menggunakan elemen beton tumbuk tanpa tulangan)

v Pondasi telapak beton dengan balok (ditambah balok pengikat yang berfungsi seperti sloof)

d. Inverted Arch Footing

Digunakan untuk mengurangi kedalaman pondasi dengan memanfaatkan bagian lengkungnya untuk menahan beban, dan digunakan pada bangunan ringan.

e. Combined Footing

Digunakan pada bangunan yang memiliki kolom konstruksi yang berdekatan sehingga persyaratan dan perhitungan telapak pondasinya dapat digabungkan

f. Grillage Fondations

Menstransfer beban struktur yabg sangat berat ke tanah yang memiliki daya dukung yang lemah dan menginginkan pondasi yang cukup ekonomis



g. Raft/Mat Fondations

Dipergunakan bila dibutuhkan penyaluran beban yang terpadu, menyatu dan bersama-sama khususnya pada tanah liat, lunak dan berdaya dukung lemah.

h. Stepped Fondations

Digunakan pada permukaan tanah yang tidak rata, miring, berkontur, dan berbiaya sangat mahal bila digunakan sistem pondasi dengan dasar yang sama.

3) Berdasarkan bahan

a. Bambu, kayu (friction)

b. Batu bata (setempat, menerus)

c. Batu kali (setempat, menerus)

d. Besi/Baja ( friction, tiang pancang)

e. Beton, Beton bertulang (setempat, menerus, plat, sumuran, box, raft, tiang pancang, bored pile )

4) Berdasarkan kedalaman

a. Pondasi dangkal, kurang dari 2m

b. Pondasi menengah, 2m – 10m

c. Pondasi dalam, lebih dari 10m



IV. Gaya – gaya yang terjadi pada pondasi

Pondasi didesain agar memiliki kapasitas dukung dengan penurunan / settlement tertentu oleh para Insinyur geoteknik dan struktur. Desain utamanya
mempertimbangkan penurunan dan daya dukung tanah, dalam beberapa kasus semisal turap, defleksi / lendutan pondasi juga diikutkan dalam perteimbangan.
Ketika berbicara penurunan, yang diperhitungkan biasanya penurunan total(keseluruhan bagian pondasi turun bersama-sama) dan penurunan
diferensial(sebagian pondasi saja yang turun / miring). Ini dapat menimbulkan masalah bagi struktur yang didukungnya.

Daya dukung pondasi merupakan kombinasi dari kekuatan gesekan tanah terhadap pondasi( tergantung pada jenis tanah, massa jenisnya, nilai kohesi
adhesinya, kedalamannya, dsb), kekuatan tanah dimana ujung pondasi itu berdiri, dan juga pada bahan pondasi itu sendiri. Dalamnya tanah serta
perubahan-perubahan yang terjadi di dalamnya amatlah sulit dipastikan, oleh karena itu para ahli geoteknik membatasi beban yang bekerja hanya boleh,
biasanya, sepertiga dari kekuatan desainnya.

Beban yang bekerja pada suatu pondasi dapat diproyeksikan menjadi:


  • Beban Horizontal/Beban Geser, contohnya
    beban akibat gaya tekan tanah, transfer beban akibat gaya angin pada dinding.

  • Beban Vertikal/BebanTekan dan Beban Tarik,
    contohnya:
- Beban Mati
, contoh berat sendiri bangunan


-

Beban Hidup

, contoh beban penghuni, air hujan dan salju


- Gaya Gempa


- Gaya Angkat Air (eng: Lifting Force, de: Auftriebskraft)
Back To Top